Suara.com - Sesungguhnya, Raun Raya (70), sesepuh warga di Jalan Beden RT 10/2, Kelurahan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, tidak mau mengungkapkan cerita yang terjadi setelah gudang penyimpanan amunisi Komando Korps Operasi (KKO) Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, meledak pada 30 Oktober 1984. Tapi, lama-lama ia bersedia mengatakannya kepada Suara.com.
Dalam peristiwa menggegerkan itu, ada serpihan mortir yang jatuh di rumah Raun. Serpihan terbuat dari besi memiliki panjang sekitar 60 sentimeter dan tebalnya 10 sentimeter.
Raun memutuskan untuk menyimpan serpihan sebagai kenang-kenangan. Tapi kemudian, ia menjualnya.
"Itu sudah lama dijual. Gara-gara cerita itu banyak memang yang mencari saya. Tapi itu sudah saya jual," tutur Raun.
Raun punya cerita tentang asal muasal serpihan.
Benda tersebut merupakan pecahan salah satu mortir yang terlontar dari gudang penyimpanan amunisi KKO Marinir saat meledak.
Ketika itu, ia tengah berada di dalam rumah menunggu Subhan, anaknya yang masih berumur 7 tahun. Subhan ditinggal mengungsi lebih dulu oleh anggota keluarga lainnya karena masih tidur lelap.
Subhan sempat bangun sebentar karena terganggu oleh suara desingan mortir. Raun pun memindahkan ke ruang lain.
Tak lama kemudian, terdengar suara ledakan keras dari tempat Subhan tidur sebelum dipindahkan.
"Waktu anak saya nangis, kemudian saya pindahkan ke kamar belakang. Enggak lama, bongkahan itu jatuh," katanya.