OC Kaligis Surati Presiden SBY Agar Batalkan Pelantikan Gubernur Maluku

adminSiswanto Suara.Com
Jum'at, 07 Maret 2014 | 08:34 WIB
OC Kaligis Surati Presiden SBY Agar Batalkan Pelantikan Gubernur Maluku
Presiden SBY dan Wapres Boediono. (foto: www.setkab.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengacara OC Kaligis melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkan pengangkatan dan pelantikan Gubernur Maluku hasil pada Pilkada 2013.

"Kami juga meminta agar pilkada ulang digelar karena pilkada sebelumnya dianggap cacat hukum," kata OC Kaligis yang dihubungi dari Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (7/3/2014).

Kasus ini berawal ketika klien Kaligis, William B. Noya, mencalonkan diri dalam Pilkada Maluku 2013 dari jalur independen. Namun, pencalonan tersebut dibatalkan KPUD Maluku dengan alasan tidak memenuhi verifikasi, padahal saat itu masih dalam pengumpulan jumlah suara pendukung.

William kemudian menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan ternyata diputuskan menang.

KPUD Maluku meloloskan lima pasang kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur, masing-masing Said Assagaf-Zeth Sahuburua, Abdullah Tuasikal-Hendrik Lewerissa, Abdullah Vanath-Marthin Jonas Maspaitella, Jocobus F. Puttileihalat-Arifin Tampi Oyihoe, Herman Adrian Koedoeboen-Daun Sangaji.

Tapi, KPUD tidak menyantumkam nama Wiliam B. Noya, padahal telah diputuskan oleh PTUN Makassar.

Kaligis menyatakan pengaduan ke Presiden dilakukan untuk meminta keadilan. Sebab, katanya, sudah ada putusan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Republik Indonesia No. 9/DKPP-PKE-III/2014 tertanggal 4 Maret 2014.

Kaligis berharap kepada Presiden agar memerintahkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tidak melantik Gubernur Maluku, karena dianggap cacat hukum.

Kaligis juga mengirim surat ke Komisi II DPR RI untuk menggelar dengar pendapat soal Pilkada Maluku, tapi sampai sekarang belum ada jawaban pasti.

"Mau kemana lagi harus mengadu, ke Presiden dan DPR RI sudah, sedangkan ini negara hukum, " kata mantan pengacara Prita Mulyasari dan Presiden Soeharto itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI