Dalam praktiknya, Yusuf mengaku sepanjang tahun 2012, telah memberikan 20 nama anggota Badan Anggaran (Banggar) periode 2009-2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena terindikasi melakukan tipikor atau pencucian uang.
Dari ke-20 nama tersebut yang sudah diproses hukum oleh KPK adalah mantan anggota Banggar dari Fraksi PAN Wa Ode Nurhayati, mantan anggota Banggar dari fraksi Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh.
Meski Yusuf mengaku tidak bisa membeberkan 17 nama lainnya karena termasuk informasi rahasia yang jika dibeberkan ke publik berisiko pidana, tetapi dia yakin bahwa KPK akan memproses dan mendalami dugaan tipikor yang dilakukan oleh nama-nama yang telah disampaikan PPATK tersebut.
Beberapa nama pimpinan Banggar kerap disebut terlibat dalam kasus korupsi. Di antaranya adalah mantan Wakil Ketua Banggar dari fraksi Demokrat Mirwan Amir dan Wakil Ketua Banggar dari fraksi PKS Tamsil Linrung.
Dalam kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), terdakwa Wa Ode Nurhayati menuding bahwa Rp1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Banggar. "Sesuai dengan jumlah anggaran yang hilang untuk 126 daerah, uang Rp1,2 triliun itu dibagi-bagi. Jadi tidak hilang di saya ya," katanya.
Sementara itu, di level anggota Banggar, nama I Wayan Koster kerap disebut terlibat dalam kasus korupsi yang telah menjerat Angelina Sondakh. Politisi dari PDI-P ini disebut bersama-sama dengan Angie menggiring anggaran di Komisi X yang membawahi Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Minim kehadiran Koordinator Fitra, Uchok juga mengkritisi kinerja DPR RI yang sepanjang tahun 2013 hanya menghasilkan 16 undang-undang dari 75 UU yang ditargetkan tahun itu, padahal untuk belanja gaji pegawai di parlemen menghabiskan Rp554,9 miliar. "Belanja gaji pegawai ini benar-benar kemahalan, tidak sebanding dengan hasil kinerja yang mereka berikan kepada rakyat," katanya.
Persoalan lain yang membuat produk legislasi DPR menurun, menurut dia, adalah karena masalah kehadiran anggota dewan. Berdasarkan catatan Seknas Fitra atas 93 sidang anggaran di Banggar dan Komisi-Komisi DPR selama 16 Agustus sampai dengan 12 September 2013, rata-rata kehadiran anggota hanya 35 persen.
Hal ini mengindikasikan ketidakseriusan anggota DPR dalam membahas anggaran. Besarnya gaji dan lengkapnya fasilitas yang diterima anggota dewan, menyebabkan orang-orang lama ingin kembali menjadi anggota DPR, karena itu mereka lebih fokus kepada kesibukan persiapan pemenangan Pemilu 2014 daripada pembahasan anggaran," katanya.
Meski kritikan pedas dan kecaman terus dilontarkan banyak pihak kepada para anggota DPR yang sering mangkir dalam sidang, tidak serius mengikuti jalannya sidang dan malah tertidur, mereka bergeming. Menjelang Pemilu 2014 kehadiran anggota DPR dalam sidang paripurna terus merosot.