Suara.com - Jurnalis Indonesia dan Asia Tenggara diimbau agar mengedepankan etika dan profesionalisme dalam melaporkan Pemilihan Umum (Pemilu) atau perkembangan politik di tiap negara tanpa terjebak pada persaingan politik antar kontestan yang bertarung.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eko Maryadi, ketika membuka Forum dan Workshop tentang Etika Media dan Pemilihan Umum di Asia Tenggara, di Jakarta, Selasa (25/2/2014). Acara ini akan diselenggarakan sampai Rabu (26/2/2014).
Eko mengajak jurnalis dan kantor media bersikap independen, memahami azas impartialitas, dan tidak mencampuradukkan profesi jurnalis dengan politisi.
"Pers dan partai politik merupakan elemen penting dalam demokrasi. Namun pers dan parpol memiliki logika kerja dan standar etika berbeda yang tidak bisa dicampuradukkan dalam membangun demokrasi dan peradaban," ujar Eko.
Direktur Eksekutif SEAPA, Gayathry Venkiteswaran, optimistis dengan kondisi terbaru kebebasan pers di kawasan Asia Tenggara dan berharap forum workshop jurnalis ini bisa mendorong tumbuhnya iklim demokrasi dan media bebas yang profesional di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Myanmar, Kamboja, dan Thailand.
"Pemilu 2014 di Indonesia dan bagaimana media, khususnya, online, melaporkan isu Pemilu adalah hal yang ingin kami pelajari untuk dipertukarkan pengalamannya dengan negara lain di Asia Tenggara," ujar Gayathry.
Seperti diketahui, pada 2013, Malaysia, dan Kamboja, baru menyelenggarakan Pemilu. Adapun Thailand baru saja melaksanakan Pemilu awal Februari 2014 yang memicu ketidakpuasan dan ketidakstabilan politik di negara Gajah Putih.
Dalam forum yang dihadiri editor media, peneliti, dan jurnalis dari berbagai negara, didiskusikan perkembangan media dan situasi politik terbaru di Asia Tenggara.
Endi Bayuni, mantan pemimpin redaksi The Jakarta Post, menyampaikan bahwa media massa harus ikut bertanggung jawab memberikan pilihan terbaik kepada publik dalam merespon situasi di negaranya.
"Sebagian rakyat Indonesia telah merasa telah memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden periode kedua dalam Pemilu 2009, kendati pada Pemilu 2004 Presiden SBY dinilai tepat memimpin Indonesia. Tapi sejauh ini media ikut mengarahkan masyarakat agar tidak melakukan tindakan aneh-aneh yang mencederai demokrasi, seperti terjadi di Thailand atau Mesir," ujar Endi Bayuni.