Tak Punya Daya Juang, Indonesia Gagal Total di AJC 2014

admin Suara.Com
Minggu, 23 Februari 2014 | 19:16 WIB
 Tak Punya Daya Juang, Indonesia Gagal Total di AJC 2014
Ilustrasi bulutangkis. (Foto: Kassowal.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim bulu tangkis Indonesia gagal total di Turnamen Asia Junior Championship (AJC) 2014. Indonesia hanya menyabet satu perunggu dari pasangan ganda campuran Muhammad Rian Ardianto/Zakia Ulfa.

Adapun Cina keluar sebagai juara umum dengan empat gelar, disusul Jepang yang meraih satu gelar.

Menyikapi hal tersebut, Manajer tim Indonesia, Lius Pongoh mengaku kecewa. "Hasilnya tidak sesuai dengan yang ditargetkan. Kami menargetkan untuk meraih gelar di tunggal putra dan ganda putra. Seharusnya bisa juara, terutama Jonatan (Christie), tetapi meleset. Penampilan mereka tidak sesuai dengan yang kami harapkan," katanya.

Dijelaskan bahwa kegagalan timnya akibat tidak adanya daya juang dari para pemain. "Pemain-pemain junior kita sepertinya tidak punya daya juang. Semakin ke sini, generasi kita makin menurun fighting spirit-nya. Bukan berarti saya memuji pemain-pemain di jaman saya dulu, tetapi memang kenyataannya yang dulu punya daya juang yang jauh lebih kuat," ujarnya.

"Ganda putri sudah masuk delapan besar sudah bagus. Ganda campuran malah bisa masuk semifinal, padahal Rian/Ulfa berasal dari klub yang berbeda. Ini membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, tergantung atletnya saja," tambahnya.

Seharusnya, kata Lius, para pemain mencontoh daya juang pemain-pemain Jepang. Meski tidak memiliki kualitas istimewa tetapi mereka memiliki daya juang yang kuat.

"Dari segi teknik, Indonesia memang jelas lebih unggul. Tetapi percuma teknik bagus kalau semangatnya tidak ada. Kalau bisa dua-duanya ada, semangat kuat, teknik bagus. Lihat saja mainnya Kanta Tsuneyama (Jepang), pukulannya biasa-biasa saja, tetapi fighting spirit-nya luar biasa. Kalau melihat tim Jepang, Korea, China, mereka punya semangat yang tinggi. Kenapa kita tidak bisa seperti itu," tuturnya.

Karena itu Lius meminta para atlet untuk memetik pelajaran berharga dari kegagalan ini. Ia pun meminta pihak klub melakukan pembinaan yang intensif sehingga membuat para atlet siap bertanding.

"Yang paling penting ya kesadaran dari si atlet sendiri. Sebagai atlet, mau jadi juara apa tidak? PBSI hanya memfasilitasi. Kembali lagi ke atletnya, dia mau maju atau tidak? Pemain-pemain junior bukan cuma ada di pelatnas, sebagian besar dari klub. Jadi, sebaiknya pembinaan di klub juga sudah intensif. Ini pekerjaan rumah kita semua, bukan cuma PBSI dan klub, tetapi semua pihak," tegasnya. (Badmintonindonesia.org)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI