Suara.com - Bentrok berdarah terjadi di ibukota Ukraina, Kiev, pada Selasa (18/2/2014) waktu setempat, yang mencatatkan setidaknya 26 orang tewas serta ratusan lainnya luka-luka. Selain itu, terjadi kerusakan fisik pada sejumlah besar bangunan, jalan dan fasilitas umum lainnya.
Mirisnya, seperti dilaporkan BBC, kisruh dan bentrok ini tampak masih akan bersambung, karena pada Rabu (19/2/2014) ini, kepolisian Ukraina justru mulai menyatroni markas-markas kelompok pengunjuk rasa, dengan alasan untuk menuntaskan krisis tersebut.
Hal itu dilakukan terutama setelah Presiden Viktor Yanukovych menyalahkan para pemimpin oposisi atas bentrok terparah dalam beberapa bulan sejak awal krisis ini. Yanukovych menyampaikan hal itu seusai upaya dialog semalaman yang ternyata gagal, sekaligus meminta kelompok oposisi untuk "menjauh" dari kekuatan-kekuatan radikal.
Sementara itu, pihak Uni Eropa (UE) menyatakan bahwa mereka bersiap menyepakati adanya sanksi terhadap pihak-pihak di balik setiap "aksi represi". Sebaliknya, Pemerintah Rusia melontarkan pernyataan senada dengan Ukraina, menuding para pengunjuk rasa coba mewujudkan sebuah "pengambilalihan kekuasaan dengan kekerasan".
Aksi penyerbuan oleh polisi hari ini sendiri berlangsung sejak pukul 04.00 waktu setempat, diawali di Independence Square atau disebut juga Maidan, sebagai tempat yang diyakini menjadi basis pengunjuk rasa. Sejumlah tenda dibakar, sebelum kemudian meriam air dipergunakan. Berdasar laporan koresponden BBC, tampaknya kemudian polisi berhasil menguasai salah satu sudut kawasan itu, pertama kalinya sejak Desember lalu.
Rangkaian aksi protes sendiri diketahui berawal pada November lalu, saat Presiden Yanukovych menolak tindak lanjut kerja sama dan kesepakatan monumental dengan UE, demi berusaha untuk lebih dekat dengan Rusia.
Sementara dalam kejadian terbaru ini, ketegangan sudah dimulai pada Senin (17/2/2014) lalu, saat kelompok pengunjuk rasa mengakhiri pendudukan mereka atas kantor-kantor pemerintah guna mendapatkan pengampunan terhadap dakwaan hukum. Namun akhirnya, kekerasan meletup di luar gedung parlemen pada Selasa pagi, saat barisan pendukung pemerintah menghalang-halangi kelompok oposisi mengurangi kekuatan konstitusional sang Presiden.
Menurut laporan koresponden BBC pula, tidak begitu jelas apa yang jadi pemicu awal bentrok berdarah itu, dengan kedua belah pihak sampai saat ini masih saling menyalahkan. Kelompok pengunjuk rasa menyalahkan agen-agen pro-pemerintah yang jadi provokator (disebut "titushki") memulai kekerasan, sementara pihak pemerintah mengatakan pendukung radikal Sektor Kanan justru bertindak lebih dulu.
Faktanya, bentrok dan perkelahian lantas menyebar ke jalan-jalan di sekitarnya, sebelum aparat kepolisian kemudian menyerbu Independence Square pada Selasa malam.
Jumlah korban tewas dari kejadian ini sendiri sejauh ini dilaporkan sudah mencapai 26 orang, dengan perkiraan masih akan terus bertambah seiring munculnya laporan tambahan. Rinciannya adalah: