Kisah Dua Relawan Dapur Umum Pengungsi Gunung Kelud

admin Suara.Com
Senin, 17 Februari 2014 | 12:54 WIB
Kisah Dua Relawan Dapur Umum Pengungsi Gunung Kelud
Relawan Aksi Cepat Tanggap (Foto Humas ACT)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kediri, Bekerja di tengah situasi kisruh dan tak menentu, bukan monopoli tentara saja. Sebut saja Nurhadi alias Thebill dan Afrizal alias Idonk. Relawan dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap ini sudah kerap bersanding dengan tentara dalam menunaikan amanah. Tapi bukan memanggul senjata.

Dua sosok relawan ACT itu telah teruji di medan tempur,' di kancah bencana manapun di negeri ini. Mereka bersenjatakan perlengkapan memasak. Spesialisasi keduanya, masak-memasak untuk dapur umum.

Menjadi relawan, bagi keduanya adalah panggilan hati. Ini cara memburu kemuliaan. Meletusnya gunung Kelud,  bencana pemanggil jiwa kerelawanan.

Di tengah pengungsian erupsi Kelud di wilayah Kediri, keduanya mendapat mandat mengelola dapur umum. Setiap hari, mereka menyiapkan 1.500 paket makanan untuk para pengungsi. Bukan perkara mudah tentunya memasak untuk ribuan orang. Namun, dengan jam terbang mereka bersama ACT di berbagai medan bencana, hal itu bukan kesulitan  yang berarti.

Thebill dan Idonk  bergabung dengan tim ACT sejak tahun 2007. Duet ini terkenal kompak. Tak heran ACT selalu mempercayainya menjadi leader tim dapur umum dimanapun. Bersama tujuh rekan lainnya, Idonk dan Thebill didatangkan langsung dari Bogor untuk melayani pengungsi dengan menu-menu kreasi mereka di Dapur Umum ACT.

Jika pada umumnya seorang ketua juru masak di sebuah dapur menyandang jabatan sebagai cheff, di dapur umum ACT di Kediri, Thebill didaulat sebagai Danpur alias Komandan Dapur. Pur bukan tempur, tapi dapur. Menyiapkan menu di pengungsian, tentu tak kalah mulia dengan mereka yang bertempur membela yang benar.

Sementara pada hari ketiga, Minggu (16/2/2014) kemarin, pengungsi pasca erupsi Gunung Kelud  mulai diliputi kejenuhan. Kejenuhan terutama terlihat pada anak-anak.  Indikatornya, mereka nampak enggan menyantap jatah makanan nasi bungkus dari dapur umum.

Mengatasi suasana sendu ini, malam itu Thebill meracik menu khusus untuk anak-anak pengungsi.  Mungkin menu ini biasa saja dalam situasi situasi normal, tapi tidak untuk di pengungsian. Tim Dapur Umum menyiapkan capcay kuah, nasi uduk dan ayam opor. Ini mengubah menu harian yang sebelumnya hanya berupa mie instan dan telur dengan kombinasi tahu tempe.

Bukan tanpa alasan tim dapur umum ACT menyiapkan menu khusus ini. Thebill, sang komandan dapur umum ACT menjelaskan, "Anak-anak ini komunitas paling rentan terkena penyakit di pengungsian. Tim dapur umum tak ingin mereka jatuh sakit. Kami ingin meningkatkan gizi anak-anak agar tetap sehat dengan menu makanan yang istimewa."

Begitu tersaji dan melirik menunya, betapa sumringah anak-anak di pengungsian.  Apalagi relawan ACT yang turun langsung untuk membagikannya.

Keceriaan mereka, memberi semangat ekstra bagi Tim Dapur umum ACT. “Kecerian mereka menyantap hidangan yang kami sajikan, mendorong kami  berkreasi di tengah keterbatasan. Kami ingin selalu bisa menyuguhkan menu kejutan untuk para pengungsi. Mereka puasa, kami jadi bertenaga,” ujar Thebill.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI