Suara.com - Provinsi DKI Jakarta diminta untuk membangun dan mengembangkan Polder System dalam mengatasi persoalan banjir yang menjadi langganan di Ibukota Negara itu. Meski berbiaya tinggi namun dampaknya dalam mengatasi permasalahan banjir, sudah teruji.
“Pada jangka panjang, upaya mengatasi banjir di DKI Jakarta harus dilakukan dengan membangun polder system,” ujar Pengamat Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan, di Jakarta, dalam siaran pers, Minggu (16/2/2014).
Syahrial menjelaskan, polder system merupakan sistem tata air yang sedemikian rupa sehingga lahan budidaya dikelilingi oleh tanggul raksasa. Tanggul-tanggul ini dilengkapi dengan pintu-pintu air yang dikendalikan sesuai kebutuhan. Sungai, saluran-saluran serta waduk2/situ/reservoir yang ada dan yang perlu di rehabilitasi akan menjadi tempat mengalirnya serta menampung kelebihan air akibat banjir.
Polder sendiri, kata dia, adalah sebidang tanah rendah, dikelilingi oleh embankment atau timbunan. Polder juga dapat disebut tanggul yang membentuk semacam satu-kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak dengan air dari daerah luar selain yang dapat diatur sesuai kemauan.
Menurut dia, tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, dan juga bisa berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih. Sistem polder juga banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai. Serta pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.
Cara kerja polder, kata dia, adalah pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai atau situ). Lalu dipompakan ke badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga akhirnya air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut.
“Dengan demikian, air tidak akan berkumpul di jalanan atau wilayah permukiman. Sebab, setiap kali air datang dan berkumpul di sungai atau situ, maka secara otomatis dipompakan ke badan air atau polder lain yang lebih tinggi, yang akhirnya didorong untuk bermuara ke laut,” terang dia.
Syahrial menuturkan, metode yang sama dalam membangun polder system telah lama diterapkan oleh Belanda. Wilayah Belanda yang mirip dengan Jakarta, juga memiliki ancaman banjir secara rutin dari laut melalui gelombang pasang dan ganasnya badai Laut Utara. Termasuk dengan adanya luapan sungai Ijssel, dan Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin.
Sistem polder juga identik dengan negeri kincir angin Belanda, yang lebih dari separo wilayahnya berada di bawah permukaan laut dan memiliki lebih dari 3 ribu polder.
Syahrial menambahkan, pembangunan polder system juga secara otomatis akan membersihkan bantaran kali dari permukiman liar yang kerap diterjang banjir. Karena itu, pemerintah provinsi DKI Jakarta sekaligus akan menyelesaikan dua permasalahan utama yang terkait erat dengan banjir, yaitu permukiman liar di bantaran kali dan luapan air yang membanjiri beberapa wilayah Jakarta.
Berikutnya, tambah Syahrial, pada setiap polder harus ditempatkan mesin-mesin yang memompakan air ke polder diatasnya, sehingga dipastikan tidak terjadi penumpukan air pada dataran lebih rendah. Untuk itu, aspek perawatan perlu mendapat perhatian dalam bentuk program kerja dan anggaran yang besar.
“Intinya, mengatasi banjir Jakarta dengan polder system itu membutuhkan dua syarat utama. Pertama, biaya investasi yang cukup mahal mencapai angka triliunan rupiah. Dan kedua, harus ada komitmen bersama untuk memelihara prasaran dengan baik. Termasuk merubah perilaku masyarakat yang suka membuang sampah sembarangan,” papar Syahrial.