Suara.com - Indonesia bisa mengajukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia kini telah berdaulat di udara. Pasalnya, hingga akhir 2014, sebagian wilayah udara Indonesia masih akan dikendalikan oleh pengatur lalu lintas udara milik Singapura. Hal ini sesuai keputusan Presiden nomor Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 1996 tentang ratifikasi perjanjian FIR (Flight Information Region) dengan Singapura, diatur sistem navigasi timur di Indonesia dikuasai Singapura selama 15 tahun.
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengatakan, sistem pengamanan udara di wilayah timur Indonesia seperti di Batam, Palembang, Medan, Pekanbaru, Pontianak, Bangka Belitung dikontrol oleh Singapura. Karena itu, kini saatnya untuk mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) No 77 Tahun 2012 tentang sistem jasa layanan penerbangan agar Indonesia lebih berdaulat penuh di udara.
“Pemerintah diminta mempercepat pelaksanaan PP 77 Tahun 2012 itu agar segera membentuk Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), yang fokus pada navigasi penerbangan di Indonesia. Sehingga Indonesia memiliki satu lembaga navigasi yang menggabungkan navigasi penerbangan di seluruh wilayah NKRI. Apalagi, soal navigasi itu berdampak ekonomis bagi Indonesia. Sebab besaran ‘fee’-nya pun ditentukan Singapura,” kata Tantowi Yahya, dalam keterangan pers, Rabu (12/2/2014).
Selama ini Indonesia masih belum siap mengelola navigasi sektor ABC. Sektor ABC antara lain mencakup wilayah Batam dan Natuna. Yang termasuk sektor A adalah wilayah di bagian utara Singapura. Sedangkan sektor C mencakup bagian utara sektor B yang tersambung ke Laut Cina Selatan. Pengelolaan tata ruang udara sektor C dengan ketinggian di atas 24.500 kaki dilakukan oleh Singapura. Sedangkan untuk ketinggian di bawah 24.500 kaki, pengelolaan diserahkan kepada Malaysia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pengelolaan sektor ABC harus kembali ke Indonesia 15 tahun sejak undang-undang itu diberlakukan. Indonesia baru bisa mengambil pengelolaan tata ruang udara sektor ABC paling lambat pada 2024. Untuk dapat mengelola sektor tersebut, pemerintah harus menyatukan sistem pelayanan navigasi seluruh Indonesia.