Suara.com - Partai politik diminta untuk menjalankan fungsi pendidikan politik untuk mencegah masifnya gerakan kampanye golput alias tidak menggunakan suara pada pemilu 2014. Pendidikan politik merupakan bentuk tanggung jawab partai politik agar bisa meminimalisir jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya di pemilu 2014.
Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, bersama dengan partai politik, fungsi pendidikan politik dalam konteks sosialisasi pemilu juga menjadi tugas KPU dan Bawaslu.
Kata Nurul, kedua penyelenggara Pemilu tersebut memiliki alokasi anggaran yang besar untuk melakukan pendidikan politik terhadap pemilih. Dengan tren pemilih yang memilih untuk tidak memilih (Golput) yang semakin meningkat, seharusnya disinilah Partai diuji untuk melaksanakan fungsi pendidikan Politik.
“Bukan justru malah KPU yang bertindak memaksa dengan ancaman pidana.”, ujar Nurul dalam keterangan persnya, Selasa (11/2/2014).
KPU berencana untuk memidanakan setiap gerakan Kampanye Golongan Putih, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta seperti tertuang dalam Pasal 292 dan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pelanggaran pemilu.
Nurul juga mengungkapkan, Partai Golkar telah mempersiapkan kader-kader yang menjadi calon legislatif sejak dini untuk memberikan masukan-masukan kepada masyarakat agar tingkat melek politik masyarakat semakin tinggi, sehingga diharapkan mampu menekan angka Golput.
“Apalagi dengan adanya Visi Kesejahteraan 2045, Partai Golkar selalu memberikan sosialisasi di setiap daerah-daerah dengan kader-kader yang telah ditanamkan visi tersebut sebelum mereka bergerak”, tambah Nurul.