Suara.com - Bandung, Salah satu calon presiden konvensi Partai Demokrat, Gita Wirjawan, berjanji untuk memberi insentif keringanan pajak kepada para seniman kreatif yang dapat mempromosikan Indonesia bila kelak terpilih jadi presiden. Langkah ini dilakukan agar Indonesia dapat menjadi negara kuat secara budaya.
Gita memberi contoh bagaimana pemerintah Malaysia dan Singapura berhasil memberikan insentif keringanan pajak kepada para pekerja kreatif. Di Malaysia, pembuat iklan berhak mendapatkan pengurangan beban pajak atas peran mereka dalam mempromosikan budaya.
''Pajak normal yang harusnya dia bayar itu seharusnya 900 Ringgit. Tapi karena sudah melakukan promosi maka pemerintah memberikan keringanan pajak itu menjadi 700 Ringgit saja. Inilah insentif yang dilakukan Malaysia untuk menguatkan para pekerja kreatif mereka,'' kata Gita saat bersilahturahmi dengan kaum muda kreatif Bandung Creative City Forum (BCCF) atau Perkumpulan Komunitas Kreatif Kota Bandung, Kamis (6/2/2914).
Insentif berupa double deduction tax bagi pelaku ekonomi kreatif diharapkan dapat mendukung peningkatan riset dan pengembangan industri kreatif. Praktik double deduction tax diizinkan oleh World Trade Organization (WTO).
WTO mengizinkan pemerintah memberikan subsidi bagi kegiatan riset dan pengembangan serta pelatihan sumber daya manusia (SDM)
Proses riset dan pengembangan membutuhkan biaya besar sehingga semua biaya yang dikeluarkan akan diperhitungkan untuk dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Selanjutnya, biaya-biaya komersialisasi hasil riset dan pengembangan 100 persen dikurangkan dari pendapatan kena pajak.
Gita melihat Indonesia belum memberlakukan mekanisme insentif pajak semacam di Malaysia maupun Singapura. Untuk itulah pemimpin Indonesia ke depan, kata dia, harus berani mendorong dan menopang insting kreatif para seniman Indonesia.
''Kalau saya tahu ada sutradara dan produser film yang secara tak langsung mempromosikan Indonesia, saya akan memberikan insentif agar dia tidak bayar pajak sampai lima tahun. Tapi sayangnya ini belum pernah dipikiran dan belum pernah dilakukan oleh kita,'' ujarnya.
Potensi untuk menjadi negara yang kuat itu, kata Gita, sebenarnya sudah dimiliki Indonesia yang memiliki populasi penduduk terbesar keempat di dunia dengan iklim demokrasi dan potensi ekonomi yang terus tumbuh.
''Sayangnya kita punya kriteria dan atribut yang besar, tapi mengapa sampai sekarang tak ada yang menonton film Indonesia di dunia? Padahal kalau dari sisi diversitas, sebenarnya kita jauh lebih kaya dibandingkan negara Asia Tenggara, bahkan Asia Pasifik,'' tuturnya.