Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan

Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.
Suara.com - Sejumlah hakim terjerat kasus suap penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas eskpor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng. Mereka meloloskan tiga terdakwa korporasi dalam kasus yang ditangani Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini menambah daftar panjang keterlibatan para 'wakil tuhan' dalam pusaran korupsi di peradilan.
KEJAKSAAN Agung menetapkan empat hakim sebagai tersangka dugaan penerimaan suap penanganan perkara korupsi minyak goreng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Mereka mendapatkan suap puluhan miliar rupiah agar mengarahkan vonis lepas terhadap tiga terdakwa korporasi.
Empat tersangka tersebut yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Kemudian tiga majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Djuyamto selaku ketua, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom sebagai anggota.
Tersangka lainnya yaitu, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Marcella Santoso dan Aryanto sebagai pengacara.
Baca Juga: Hakim Diguyur Suap, DPR Sebut Skandal Vonis Lepas Kasus CPO Tamparan buat MA: Peristiwa Memalukan!
Kasus ini berawal dari perkara korupsi ekspor minyak goreng dengan terdakwa tiga korporasi, Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas. Dalam putusan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 19 Maret 2025, majelis hakim yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas atau onslag kepada ketiga perusahaan.
Hakim mengabaikan tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam tuntutan jaksa meminta agar ketiga korporasi membayar uang pengganti kepada Permata Hijau Group senilai Rp937 miliar, Wilmar Group Rp11,8 triliun, dan Musim Mas Group Rp4,8 triliun.
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung, keempat hakim diduga menerima suap dari pengacara para terdakwa agar ketiga korporasi lepas dari segala tuntutan.
Arif diduga menerima uang suap Rp60 miliar. Ketika itu Arif menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berperan menunjuk Djumanto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom sebagai majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi tersebut. Djumanto, Agam, dan Ali diduga menerima suap sebesar Rp22 miliar.
Perkara suap hakim ini diumumkan Kejaksaan Agung pada 12 April 2025. Tak berselang lama setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan menaikkan gaji hakim untuk mencegah korupsi di ranah peradilan.
Baca Juga: Kejagung Endus Pihak Lain yang Ikut Kecipratan Duit Suap Vonis Lepas Perkara Korupsi Migor
"Saya sudah suruh hitung Menteri Keuangan dengan Mensesneg. Saya ingin menaikkan gaji semua hakim secara signifikan. Saya hitung-hitung kita mampu," kata Prabowo dalam wawancara dengan enam pemimpin redaksi media di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada 7 April 2025.