Ancaman Di Balik Ambisi Hijau Proyek Biodiesel B40: Mulai dari Kelangkaan Minyak Goreng Hingga Deforestasi

Sekilas, ambisi hijau pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan.
Suara.com - Penerapan B40 resmi dimulai pada 1 Januari 2025. Program ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menekan emisi gas rumah kaca.
B40 adalah campuran 40 persen biodiesel (bahan bakar nabati) dan 60 persen minyak solar. Sebelumnya, Indonesia menerapkan B20 dan B35, dan direncanakan mencapai B50 pada 2026. Target akhirnya adalah B100, yaitu bahan bakar murni dari sumber nabati.
Sekilas, ‘ambisi hijau’ pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan. Namun, beberapa pihak mengingatkan deretan ancaman di baliknya.
Ancaman Kelangkaan Minyak Goreng
Baca Juga: Geram Mafia Peradilan, Sahroni Minta Kejagung Bongkar Habis Suap Vonis Lepas Kasus CPO
Salah satunya ialah kelangkaan minyak goreng. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada roduksi Crude Palm Oil (CPO). Semakin besar persentase biodiesel, semakin tinggi kebutuhan CPO.
Sebagai gambaran, pada B35, kebutuhan CPO mencapai 13,4 juta kiloliter, sementara B40 membutuhkan 15,6 juta kiloliter. Di sisi lain, produksi CPO cenderung menurun. Pada 2023, produksi CPO sempat mencapai 50,1 juta ton, tetapi turun menjadi 47,8 juta ton pada 2024.
Penurunan ini bukan tren baru. Merosotnya produksi CPO telah terlihat sejak 2019, dengan penurunan produksi dari 51,8 juta ton menjadi 46,72 juta ton pada 2022.
Jika produksi stagnan, kebutuhan untuk energi B40 akan menyerap sebagian besar CPO. Padahal, CPO juga diperlukan untuk ekspor dan pangan, seperti minyak goreng.
Oleh karena itu, Direktur Sawit Watch Achmad Surambo meminta pemerintah hati-hati dalam penerapan B40. Ia khawatir krisis minyak goreng 2022 bisa terulang.
Baca Juga: Kejagung Endus Pihak Lain yang Ikut Kecipratan Duit Suap Vonis Lepas Perkara Korupsi Migor

“Perlu dihitung dengan cermat, agar petani, buruh, pelaku usaha, dan masyarakat tidak dirugikan,” kata Surambo (12/1/2024).