Liputan Khas

KHAS adalah sajian beragam artikel dengan topik-topik menarik hasil liputan khusus/khas dari tim redaksi Suara.com.

Ironi Pelapor Polisi Pembunuh Sopir Ekspedisi di Palangka Raya: Mengapa Haryono Jadi Tersangka?

Erick Tanjung | Muhammad Yasir
Ironi Pelapor Polisi Pembunuh Sopir Ekspedisi di Palangka Raya: Mengapa Haryono Jadi Tersangka?
Ilustrasi penembakan. [Antara]

Klaim Haryono membantu Anton dalam peristiwa pembunuhan Budiman karena berada di bawah tekanan itu perlu dibuktikan dan digali kebenaran materiilnya dalam persidangan.

Suara.com - Kasus perampokan dan pembunuhan sopir ekspedisi di Palangka Raya, Kalimantan Tengah menjadi sorotan. Bukan semata-mata karena pelakunya polisi, kasus ini mencuri perhatian publik lantaran pelapor sekaligus saksi mata justru turut ditetapkan sebagai tersangka.

Bagaimana kronologi pembunuhan ini? mengapa pelapor sekaligus saksi kunci malah yang ditetapkan tersangka?

MUHAMMAD Haryono (37) tak menyangka akan berurusan dengan hukum. Warga Palangka, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah itu ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap turut membantu polisi bernama Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto membunuh dan merampok sopir ekspedisi bernama Budiman Arisandi.

Peristiwa pembunuhan yang turut melibatkan Haryono ini terungkap setelah warga menemukan mayat tanpa identitas di kawasan kebun sawit Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, pada 6 Desember 2024. Empat hari setelah itu, Haryono melapor ke Polresta Palangka Raya dan mengaku sebagai pihak yang membuang jasad bernama Budiman Arisandi itu atas perintah Anton.

Baca Juga: Wawali Surabaya Dilaporkan Polisi! Gara-Gara Bela Pekerja yang Ijazahnya Ditahan?

Berbekal laporan Haryono, penyidik dari Satuan Reserse Kriminal Polresta Palangka Raya kemudian menangkap Anton pada 14 Desember 2024. Anggota Satuan Sabhara Polresta Palangka Raya yang telah dikenakan sanksi pemecatan itu lalu ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik menjeratnya dengan Pasal 365 Ayat (4) KUHP dan/atau Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal berupa hukum penjara seumur hidup atau hukuman mati. Sedangkan Haryono dijerat dengan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP lantaran dinilai turut serta dalam tindak pidana pembunuhan.

Kuasa hukum Haryono, Parlin Bayu Hutabarat mengklaim kliennya tidak pernah mengetahui rencana Anton sejak awal. Ia menceritakan pada 26 November 2024, Anton awalnya menghubungi Haryono dan meminta dijemput di depan Museum Balanga, Jalan Tjilik Riwut, Trans Kalimantan.

Sehari-hari Haryono memang berprofesi sebagai sopir taksi online. Sejak satu bulan, Anton kerap menggunakan jasa Haryono secara pribadi untuk antar jemput kerja.

Pada hari itu setibanya di depan Museum Balanga, Anton meminta Haryono untuk mengendarai mobil Daihatsu Sigra miliknya. Mereka berkeliling tanpa tujuan yang jelas. Sampai pada akhirnya pada Rabu, 27 November 2024 pagi, Haryono meminta Anton untuk kembali ke Palangka Raya karena mengaku dihubungi istrinya yang bertanya soal keberadaannya.

Dalam perjalanan dan setibanya di Palangka Raya, Anton lalu meminta Haryono untuk mengarah ke daerah Tangkiling. Di tengah perjalanan Anton tiba-tiba meminta Haryono berhenti setelah melihat mobil bak terbuka Daihatsu Gran Max milik Budiman terparkir di tepi Jalan Tjilik Riwut KM 39.

Baca Juga: Sekar Arum 'Angling Dharma' Berbelit-belit Dicecar Kasus Uang Palsu, Polisi: Dia Masih Belum Jujur

Ilustrasi polisi menembak. (Pixabay/@Alexas_Fotos)
Ilustrasi polisi menembak. (Pixabay/@Alexas_Fotos)

Menurut keterangan Haryono, Anton ketika itu memperkenalkan diri sebagai anggota Polda Kalimantan Tengah kepada Budiman dan memberi informasi ihwal adanya pungutan liar atau pungli di Pos Lantas 38. Budiman yang merupakan kurir ekspedisi asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan itu kemudian diajak Anton ke Pos Lantas 38 untuk membuktikan adanya pungli tersebut. Budiman awalnya sempat menolak. Tapi akhirnya menurut dan duduk di kursi depan kiri di sebelah Haryono yang mengemudikan mobil Daihatsu Sigra.