Liputan Khas

KHAS adalah sajian beragam artikel dengan topik-topik menarik hasil liputan khusus/khas dari tim redaksi Suara.com.

PPN 12 Persen dan Tax Amnesty: Prabowo Warisi Kebijakan Jokowi Pro-Orang Kaya

Erick Tanjung | Muhammad Yasir
PPN 12 Persen dan Tax Amnesty: Prabowo Warisi Kebijakan Jokowi Pro-Orang Kaya
Pelayanan pajak di kantor KPP Pratama Jakarta Menteng Dua, Jakarta. (Dok. Ist)

"Efek domino dari kenaikan harga barang mewah akan merembet ke berbagai sektor, melemahkan daya beli, dan memperbesar kesenjangan ekonomi," ujar Achmad.

Suara.com - Tax amnesty atau pengampunan pajak yang akan diterapkan pemerintah dinilai tidak adil di tengah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen. Kebijakan tersebut akan berdampak pada masyarakat menengah ke bawah.

Ketimpangan akan semakin lebar, bahkan bisa mengakibatkan kondisi ekonomi masyarakat kecil semakin sulit. Sekalipun belakangan, Presiden Prabowo Subianto menyebut PPN 12 persen itu akan berlaku selektif hanya untuk barang mewah.

PAJAK Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pajak yang wajib dibayarkan saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Kebijakan terkait kenaikan PPN 12 persen ini tercantum dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian atau Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkap tiga alasan pemerintah menaikkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025. Pertama demi meningkatkan pendapatan negara. Kedua, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan ketiga guna menyesuaikan dengan standar internasional. Di mana rata-rata PPN di seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), memberlakukan tarif PPN sebesar 15 persen.

Baca Juga: Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard

Presiden Prabowo Subianto belakangan menyampaikan, PPN 12 persen ini akan diterapkan secara selektif hanya untuk barang mewah. Pertimbangannya, demi melindungi rakyat kecil.

Namun, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat justru menilai dampak daripada kenaikan PPN 12 persen tidak sesederhana yang dipikirkan pemerintah. Walaupun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, kebijakan tersebut disebut akan turut memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil.

"Efek domino dari kenaikan harga barang mewah akan merembet ke berbagai sektor, melemahkan daya beli, dan memperbesar kesenjangan ekonomi. Pemerintah harus berhati-hati dalam merancang dan menerapkan kebijakan fiskal seperti ini," kata Achmad kepada Suara.com, Senin (9/12/2024).

Salah satu efek yang sering diabaikan dari kebijakan seperti ini adalah dampak tidak langsung terhadap barang dan jasa lain yang terkait dengan barang mewah. Achmad mencontohkan, peningkatan PPN untuk kendaraan bermotor mewah dapat memengaruhi industri pendukung seperti layanan perbaikan, asuransi, hingga suku cadang. Jika produsen dan penyedia jasa di sektor ini menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif pajak, maka masyarakat menengah yang menggunakan produk atau layanan tersebut juga akan terdampak.

Pelayanan pajak di kantor KPP Pratama Jakarta Menteng Dua, Jakarta, Rabu (7/12).
Pelayanan pajak di kantor KPP Pratama Jakarta Menteng Dua, Jakarta. (Dok. Ist)

Hal serupa, kata Achmad, juga terjadi pada sektor properti. Properti dengan harga tertentu dalam kategori barang mewah akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi yang kemudian berdampak pada harga sewa, biaya perawatan, hingga biaya bahan bangunan. Pada akhirnya, biaya tambahan tersebut lagi-lagi akan dibebankan kepada konsumen akhir, termasuk kelompok masyarakat menengah dan kecil.

Baca Juga: Hanya Ganti Istilah, FSGI Sarankan Penjurusan di SMA Tidak Perlu Diterapkan Lagi

Mengapa Kelompok Kecil Ikut Terdampak?