"Kalau tidak ada mangrove, abrasi makin parah. Kesadaran warga penting, supaya kita bisa tanam dan jaga mangrove sama-sama," tegasnya.
Ironisnya, banyak lokasi tambang pasir dulunya adalah lahan mangrove. Kini, fungsinya hilang. Gelombang musim barat memperparah kerusakan.
Dengan anggaran terbatas, harapan terbesar adalah kesadaran masyarakat.
"Kalau pasir terus ditambang, pulau ini makin hari makin hilang. Kalau pun sudah rusak, ya kita harus rehabilitasi bareng-bareng," ucap Dedi.
Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, menyebut Hari Bumi sebagai momen menyatunya manusia dan alam. Bagi Sidi, pelestarian harus dilakukan di tingkat komunitas.
"Program kami bukan cuma soal tanam. Tapi soal hubungan manusia dan alam. Kita punya tanggung jawab menjaga bumi," jelasnya.
Bagi GEF SGP, aksi kecil seperti menanam mangrove di Pulau Sabu bisa berdampak besar.
"Ini soal keberlangsungan. Mungkin hanya mangrove, tapi itu cara kita lindungi komunitas pesisir dari krisis iklim dan abrasi," kata Sidi.
Tagline mereka jelas: "Local Action, Global Impact."
Apa pun yang dilakukan di timur Indonesia, bisa berdampak hingga ke belahan dunia lain.
"Sampah yang kita buang di sini, bisa sampai ke Alaska. Jadi, tiap aksi lokal penting. Kesadaran komunitas jadi kunci," tegas Sidi.
Baca Juga: Hari Bumi 2025, Telkom Komitmen untuk Manfaatkan Energi Terbarukan demi Masa Depan Berkelanjutan
Ke depan, GEF SGP tak hanya menanam mangrove. Mereka ingin mendengar alam. Menanam pohon buah, memperkaya hutan, dan meningkatkan gizi masyarakat.