Suara.com - Perselingkuhan kerap menjadi alasan utama dalam gugatan cerai di Indonesia. Namun, membuktikan perselingkuhan di mata hukum bukanlah perkara mudah.
Hal ini menjadi sorotan dalam kasus perceraian Baim Wong dan Paula Verhoeven, di mana pengacara kondang Hotman Paris mengkritisi alasan cerai yang digunakan oleh pengadilan.
Pengadilan menyebut adanya "pihak ketiga" dan "istri durhaka" sebagai alasan cerai. Hotman Paris menyoroti bahwa istilah-istilah ini tidak dikenal dalam undang-undang sebagai dasar perceraian.
"Awalnya saya melihat video jubir (juru bicara) pengadilan agama yaitu seorang hakim yang (membuat) rasa keadilan saya terusik. Ada 2 kata-kata sebagai alasan cerai. Satu, ada pihak ketiga. Kedua, istri durhaka. Itu dalam undang-undang enggak ada," jelas Hotman Paris dalam acara "FYP", dilansir dari YouTube Trans7 pada Selasa (23/4/2025).
Ia menekankan bahwa tanpa bukti perzinaan yang jelas, seperti pengakuan atau saksi mata, tuduhan perselingkuhan tidak dapat dibenarkan secara hukum.
"Dalam undang-undang hubungan zina itu pembuktiannya berat. Harus ada melihat atau mengakui, ada saksi dan sebagainya," kata Hotman Paris melanjutkan penjelasannya.
"Saya tanya Paula, itu (bukti) tidak ada. Jauh dari bukti perzinahan, enggak ada sama sekali. Makanya saya merasa keadilan waktu hakim mengatakan istri durhaka dan ada pihak ketiga," imbuhnya.
Lantas bagaimana pengadilan memutuskan perkara perselingkuhan lewat hukum?
Perselingkuhan dalam Perspektif Hukum
Baca Juga: Hotman Paris Ingatkan Beratnya Buktikan Perselingkuhan di Mata Hukum, Gak Sekadar Sering Chatting!
Dalam hukum Indonesia, perselingkuhan yang dapat dijadikan dasar gugatan cerai adalah yang memenuhi unsur perzinaan. Menurut Pasal 284 KUHP dan Pasal 411 UU No. 1 Tahun 2023, perzinaan harus dibuktikan dengan adanya hubungan seksual di luar pernikahan. Bukti-bukti seperti pesan singkat atau kedekatan emosional tidak cukup untuk memenuhi unsur ini.