Suara.com - Dalam rangka peringatan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April 2025 ini, masyarakat kembali membuka sejarah yang pernah terjadi di Indonesia. Sosoknya yang berperan besar dalam memperjuangkan emansipasi perempuan terus dikenang, Namun tahukah Anda bahwa RA Kartini memiliki seorang putra tunggal? Sekilas tentang profil Soesalit Djojoadhiningrat anak tunggal RA Kartini dapat Anda cermati di sini.
Soesalit Djojoadhiningrat sendiri merupakan buah dari pernikahan RA Kartini dengan RM Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, pada 12 November 1903 lalu. Tidak lama setelah melahirkan sang putra, sang pahlawan harus menutup usianya.
Lalu bagaimana profil dari putra pejuang emansipasi wanita dan sosok yang berperan besar dalam perjuangan bangsa Indonesia di era penjajahan tersebut? Simak selengkapnya di sini.
Profil Soesalit Djojoadhiningrat
Sosok Soesalit Djojoadhiningrat lahir di Rembang, pada 13 September 1904. Meski harus tumbuh tanpa sosok ibu yang meninggal hanya empat hari setelah melahirkannya, dirinya berhasil menjadi anggota militer di usia dewasa.
Soesalit kemudian diasuh oleh neneknya, Ngasirah. Nasib sepertinya memang tak berpihak padanya, karena sang ayah juga kemudian harus meninggal dunia ketika Soesalit berusia 8 tahun. Seiring berjalannya waktu, dirinya tinggal dan dirawat oleh Abdulkarnen Djojoadhiningrat, yang berstatus sebagai kakak tirinya.
Sosok ini yang mengurus Soesalit, memberikannya pendidikan, hingga pekerjaan. Soesalit diketahui mengenyam bangku pendidikan di Europeesche Lagere School, yang merupakan sekolah orang belanda dan keturunan bangsawan Jawa. Di tahun 1919, Soesalit lulus dari pendidikannya ini dan melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School Semarang, yang diselesaikannya pada tahun 1925. Pendidikan lanjutan diketahui ditempuhnya di Recht Hogeschool Batavia, yang merupakan sekolah tinggi hukum kolonial.
Riwayat Pekerjaan
Tidak lama setelah meninggalkan sekolah tingginya, ia diterima sebagai pegawai pamong praja kolonial. Dalam waktu singkat, Abdulkarnen menawarkan Soesalit pekerjaan baru sebagai polisi rahasia Hindia Belanda. Tugasnya memata-matai kaum pergerakan nasional dan mengantisipasi spionase asing.
Ia merasa keberatan karena tugas yang dibebankan padanya mengharuskan dirinya untuk memata-matai dan menangkap masyarakat bangsanya sendiri. Baru kemudian pada masa pendudukan Jepang ia diketahui bergabung dengan Pembela Tanah Air atau PETA.
Karirnya di dunia militer ini diteruskan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia bergabung ke Badan Keamanan Rakyat yang kemudian berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat atau TKR. Soesalit dikenal aktif dalam berbagai tugas mempertahankan kemerdekaan, khususnya di bidang penyusunan strategi.
Baca Juga: Di Balik Kebaya dan Upacara Seremonial: Apa yang Sebenarnya Kita Rayakan?
Soesalit ditunjuk sebagai Panglima Divisi Diponegoro. Di tahun 1948 saat peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, namanya turut masuk dalam pusaran konflik tersebut. Soesalit yang diketahui punya hubungan baik dengan tokoh dan pentolan laskar kiri dituduh terlibat dalam pemberontakan ini.