Sayangnya, seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, Rahmi sudah tidak memiliki kuitansi tersebut karena pembelian sepeda sudah dilakukan cukup lama.
"Kalau mau lapor polisi kehilangan barang harus ada bukti kepemilikan barang. Nah bukti kepemilikan ini harus punya kuitansi," ucap dia.
Dalam kondisi tersebut, Rahmi diarahkan untuk “membuat” kuitansi baru. Instruksi ini menimbulkan dilema etis, sebab tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan apakah tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen.
"Kuitansi kalau kita belanja udah ilang dong, disuruh bikin. Nah kita bikin dulu ya. Seingatku beli sepeda dulu dengan harga Rp3,3 jutaan," tambah Rahmi lagi.
Netizen pun menanggapi pengalaman Rahmi ini dengan beragam komentar kritis. Banyak yang menyoroti betapa rumitnya prosedur pelaporan kehilangan di Indonesia, yang dianggap justru memperpanjang penderitaan korban.
“Namanya juga bagian dari tugas mempersulit masyarakat, udah biasa ini mah. Budaya banget,” komentar akun @sar****.
“Disuruh bikin kuitansi pembelian sama isilopnya? Ini bukannya pemalsuan dokumen namanya?” tulis @new****.
Sementara itu, akun @luc**** mengutip pernyataan Prof. Mahfud MD dalam sebuah podcast, “Apabila kita kehilangan satu ekor sapi dan melapor ke polisi, maka biayanya bisa empat ekor sapi. Jadi mending ikhlaskan saja.”
Meski Rahmi sempat merasa pesimis dan berniat untuk mengikhlaskan sepeda tersebut, namun ia mengabarkan jika sepedanya telah berhasil ditemukan berkat bantuan pihak MRT dan kepolisian.
Baca Juga: Wawali Surabaya Dilaporkan Polisi! Gara-Gara Bela Pekerja yang Ijazahnya Ditahan?
“Sudah dilakukan beberapa tindakan, mulai dari cek CCTV, penyusunan kronologi, hingga pemeriksaan awal. Saya sangat terbantu dan berharap kejadian ini cepat selesai dan aman untuk semua,” ucapnya.