Suara.com - Kondisi ekonomi dunia yang kini tak stabil membuat banyak orang mengalami PHK massal, krisis pendapatan, hingga menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Di tengah-tengah kondisi yang cukup memprihatinkan ini, justru muncul fenomena panic buying terhadap logam mulia atau emas yang kini harganya melambung tinggi.
Sebut saja emas LM keluaran Antam dalam gramasi 1 gr, di tahun 2020 lalu harganya masih sebesar Rp900 ribuan. Namun, kini emas LM 1 gr mencapai harga Rp1,8 juta atau naik sampai 2 kali lipat.
Kenaikan harga hingga dua kali lipat di tahun 2025 ini ternyata tak membuat masyarakat lesu dalam daya beli emas.
Baru-baru ini, muncul sebuah video ketika ratusan orang di Cibinong, Bogor berlarian dan berebut untuk membeli emas Antam di salah satu mal di Bogor, Jawa Barat. Bahkan, tak sedikit dari para calon pembeli emas mengantri sejak subuh.
"Rame banget yang beli emas, udah kaya antri bansos aja," tulis salah satu warganet di X.
Fenomena ini pun dikaitkan dengan istilah panic buying. Pihak Antam sendiri diketahui sempat kehabisan stok beberapa jenis gramasi LM dan baru memperbaharui stok pasca Lebaran lalu.
Namun, kebutuhan masyarakat yang akan membeli emas semakin meningkat pun membuat banyak dari mereka harus sampai berebut demi mendapatkan emas yang mereka inginkan.
Lalu, apa sebenarnya definisi dari panic buying dan apa penyebabnya? Simak inilah selengkapnya.
Panic Buying dan Penyebabnya
Panic buying adalah fenomena di mana masyarakat membeli barang dalam jumlah besar secara mendadak karena rasa takut akan kelangkaan barang atau kenaikan harga di masa depan.
Baca Juga: Makin Cuan, Harga Emas Hari Ini Tembus hingga Rp1,942 Juta per Gram
Fenomena panic buying sering terjadi dalam situasi krisis, seperti pandemi, bencana alam, ketegangan politik, atau lonjakan harga komoditas tertentu.
Beberapa faktor yang memicu panic buying antara lain:
1. Ketidakpastian dan Ketakutan
Saat masyarakat merasa tidak yakin dengan kondisi ekonomi di masa depan, mereka cenderung mengamankan barang-barang yang dianggap penting atau bernilai.
2. Penyebaran informasi yang berlebihan
Penyebaran informasi dari media sosial atau media massa yang tidak akurat bisa memicu reaksi berlebihan di masyarakat. Orang-orang cenderung mengikuti arus tanpa memverifikasi kebenaran informasi tersebut.
3. Efek domino ke masyarakat
Ketika seseorang melihat banyak orang lain membeli suatu barang dalam jumlah besar, ia pun terdorong untuk melakukan hal yang sama karena takut ketinggalan atau tidak kebagian.
Tak heran jika banyak orang yang merasa takut dan memilih untuk mengantre lama membeli emas karena takut tak kebagian.
4. Kenaikan harga secara drastis
Lonjakan harga yang signifikan juga bisa menimbulkan kepanikan. Masyarakat takut harga akan semakin tinggi, sehingga mereka bergegas membeli saat ini juga, meskipun tidak terlalu membutuhkan barang tersebut.
Dampak Negatif Panic Buying
Panic buying membawa sejumlah dampak negatif, baik secara sosial maupun ekonomi, antara lain :
Kelangkaan Barang
Barang-barang seperti emas ini bisa menjadi langka karena permintaan mendadak yang tinggi. Ini membuat orang yang benar-benar membutuhkan barang tersebut tidak bisa mendapatkannya.
Kenaikan harga
Di situasi ini, hukum ekonomi seolah berlaku karena ketika permintaan tinggi dan pasokan terbatas, harga akan naik. Hal ini bahkan bisa menyebabkan inflasi dan memperburuk keadaan.
Orang-orang yang memiliki daya beli tinggi bisa membeli dalam jumlah besar, sementara yang berpenghasilan rendah semakin kesulitan mengakses barang kebutuhan.
Fenomena panic buying juga terlihat baru-baru ini di Bogor, ketika warga berbondong-bondong membeli emas Antam meskipun harga emas sedang melonjak drastis.
Dalam beberapa hari terakhir, harga emas global dan domestik mencatat rekor tertinggi, dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global. Masyarakat menganggap emas sebagai aset yang mampu mempertahankan nilainya saat krisis.
Di tengah tren tersebut, banyak warga Bogor antre dan berebut emas, khawatir harga akan naik lebih tinggi lagi atau persediaan emas akan habis. Perilaku ini mencerminkan panic buying, di mana keputusan membeli dipicu lebih oleh emosi ketimbang perhitungan investasi yang matang. Akibatnya, terjadi antrean panjang, stok emas cepat habis, dan harga semakin terdorong naik karena permintaan yang membludak.
Kontributor : Dea Nabila