Suara.com - Program bayi tabung menjadi salah satu solusi bagi pasangan yang mengalami kesulitan memiliki keturunan. Namun, kapan batas usia ideal bagi seseorang yang ingin melakukan program bayi tabung?
Dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Gita Pratama, mengatakan bahwa peluang keberhasilan prosedur ini sangat bergantung pada usia perempuan, terutama jika dilakukan sebelum usia 35 tahun.
“Keberhasilan bayi tabung itu terbesar adalah di bawah usia 35 tahun. Jadi kalau memang bisa dilakukan sebelum usia tersebut, hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan setelah usia 35, apalagi di atas 40 tahun,” ujar Gita, Jumat (11/4/2025).
Penjelasan ini sejalan dengan hasil penelitian global terkait fertilitas, yang menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas sel telur perempuan mulai menurun signifikan setelah memasuki usia 35 tahun.
Dokter menyarankan pasangan yang ingin menjalani program bayi tabung untuk mempertimbangkan faktor usia secara serius.
“Semakin muda usia seorang perempuan, maka kemungkinan untuk sukses hamil melalui program bayi tabung juga semakin besar. Ini karena kualitas sel telurnya masih sangat baik dan jumlahnya masih mencukupi,” tambahnya.
Meskipun demikian, perempuan yang berusia di atas 35 tahun tetap memiliki kesempatan untuk mengikuti prosedur ini, asalkan masih memiliki cadangan sel telur yang cukup dan masih mengalami menstruasi. Namun, Gita menegaskan bahwa tingkat keberhasilannya akan lebih rendah dibandingkan perempuan yang berusia lebih muda.
Selain faktor usia, keberhasilan program bayi tabung juga ditentukan oleh kondisi kesehatan pasangan, khususnya dari sisi laki-laki.
“Kualitas sperma sangat berperan. Ada sperma yang normal, ada yang kurang, bahkan ada yang nol. Kalau nol, biasanya harus diambil langsung dari testis, dan itu bisa saja kualitasnya tidak optimal,” katanya.
Tak hanya itu, kehadiran penyakit reproduksi wanita seperti endometriosis, adenomiosis, dan polycystic ovarian syndrome (PCOS) juga dapat mempengaruhi keberhasilan program ini.
Penyakit-penyakit tersebut dapat menurunkan kualitas sel telur maupun memengaruhi kondisi dinding rahim yang penting untuk proses kehamilan.
Sebelum memutuskan menjalani program bayi tabung, Gita mengimbau agar pasangan melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi secara menyeluruh. Pemeriksaan dimulai dari analisis sperma bagi laki-laki hingga evaluasi organ reproduksi perempuan.
“Idealnya, kalau ingin punya anak, pasangan harus datang bersama. Pemeriksaan laki-laki itu paling mudah, cukup analisis sperma. Sementara itu, perempuan perlu diperiksa lebih lanjut secara bertahap,” kata Gita.
Jangan Asal Diet
Ada satu hal penting yang wajib diperhatikan oleh calon ibu yang sedang menjalani program ini, yakni jangan sembarangan menjalani diet ketat.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari RSAB Harapan Kita Jakarta, Hadi Sjarbaini, mengatakan bahwa pembatasan makanan secara berlebihan justru bisa mengganggu kualitas sel telur yang dibutuhkan dalam proses bayi tabung.
Menurutnya, asupan nutrisi seperti karbohidrat, protein, dan lemak sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan kualitas sel telur dari ovarium.
“Jadi pada ibu atau istrinya itu biasanya kita tidak anjurkan untuk diet,” katanya.
Ia menegaskan, selama mengikuti program bayi tabung, tubuh membutuhkan kalori yang cukup, bukan hanya untuk beraktivitas, tetapi juga untuk mendukung proses biologis yang kompleks.
Jika terlalu banyak berolahraga atau mengurangi makan secara ekstrem, kalori yang seharusnya membangun sel telur justru akan habis terbakar.
“Olahraga dan makan itu biasa saja, tidak perlu dibatasi secara berlebihan. Kalau misalnya makan nasi padang, ya silakan saja selama tidak berlebihan. Yang penting tetap seimbang,” tambahnya.
Program bayi tabung sendiri memakan waktu antara sembilan hingga 12 hari sejak tahap awal konsultasi hingga proses pematangan sel telur.
Setelah telur matang, akan dilakukan pengambilan melalui prosedur dengan panduan USG. Kemudian, sel telur disimpan selama tiga hingga lima hari sebelum dimasukkan kembali ke dalam rahim calon ibu.
Prosedur pemasukan sel telur ke dalam rahim dilakukan tanpa pembiusan, namun tetap dengan pengawasan dokter dan perawat.
“Totalnya bisa mencapai dua sampai tiga minggu tergantung respon tubuh calon ibu terhadap stimulasi hormon,” jelas Hadi.
Data dari Indonesian Reproductive Science Network (IRSN) tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan program bayi tabung di Indonesia rata-rata mencapai 35-40 persen pada perempuan berusia di bawah 35 tahun.
Angka ini menurun drastis menjadi sekitar 20 persen pada kelompok usia 38 tahun ke atas, dan bahkan lebih rendah pada usia 42 tahun ke atas.
Dengan semakin tingginya minat pasangan muda terhadap program bayi tabung, edukasi tentang waktu terbaik untuk menjalani prosedur ini menjadi penting. Pemeriksaan dini dan pola hidup sehat juga turut berperan dalam meningkatkan peluang keberhasilan. (antara)