Qadha Puasa Ramadan dan Puasa Syawal, Mana yang Harus Didahulukan? Ini Penjelasannya

Riki Chandra Suara.Com
Rabu, 09 April 2025 | 17:16 WIB
Qadha Puasa Ramadan dan Puasa Syawal, Mana yang Harus Didahulukan? Ini Penjelasannya
Ilustrasi puasa. [Dok. Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bulan Syawal menjadi momen istimewa bagi umat Islam usai menjalani ibadah setelah berpuasa Ramadan. Banyak yang berlomba menunaikan puasa Syawal selama enam hari sebagai bentuk penyempurna ibadah.

Lantas, jika masih punya utang puasa Ramadan, mana yang harus diprioritaskan? Mengganti atau qodha puasa atau puasa Syawal?

Pertanyaan ini kerap membingungkan, terutama bagi muslimah yang tidak bisa berpuasa karena haid, ibu hamil atau menyusui, maupun orang sakit yang belum menunaikan qadha puasa Ramadan.

Dalam kondisi seperti ini, muncul dilema: apakah boleh mendahulukan puasa Syawal meski masih memiliki kewajiban qadha?

Dikutip dari ulasan website Muhammadiyah, hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan keutamaan puasa Syawal:

"Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim, Tirmidzi, Ahmad).

Keutamaan lain ditegaskan dalam riwayat Ibnu Majah:

"Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idulfitri, maka itu seperti menyempurnakan puasa setahun."

Lalu, bagaimana hukum pelaksanaannya jika seseorang masih punya utang puasa Ramadan?

Menurut dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta, Imron Rosyadi, ada dua pandangan utama dalam fikih. Pandangan pertama menyebut bahwa qadha puasa Ramadan harus diprioritaskan karena bersifat wajib.

“Itu utang kepada Allah yang harus dilunasi. Bila ingin memperoleh pahala puasa Syawal secara sempurna, sebaiknya qadha ditunaikan lebih dulu,” jelas Imron.

Namun, pandangan kedua memberikan kelonggaran. Mengingat puasa Syawal hanya bisa dikerjakan selama bulan Syawal (waktunya terbatas atau mudhayyaq), sementara qadha memiliki waktu yang lebih longgar (muwassa’), maka sebagian ulama membolehkan mendahulukan puasa sunah tersebut.

“Jika seseorang memiliki banyak utang puasa dan khawatir kehilangan kesempatan menunaikan puasa Syawal, maka boleh didahulukan. Namun, jika merasa lebih tenang mendahulukan qadha, silakan prioritaskan itu,” ujar Imron.

Keputusan tetap kembali kepada masing-masing individu. Dalam Islam, kemudahan adalah prinsip utama. Yang terpenting, baik qadha puasa Ramadan maupun puasa Syawal sama-sama diniatkan dengan ikhlas dan dijalankan sesuai kemampuan.

Keutamaan Puasa Syawal

Bulan Syawal 1446 Hijriah datang membawa keberkahan lanjutan dari bulan suci Ramadan yang telah diakhiri dengan Lebaran Idul Fitri 2025.

Tak hanya menjadi momentum untuk mempererat silaturahmi, bulan syawal juga menyimpan peluang besar untuk meraih pahala berlipat ganda melalui puasa sunah. Lantas, apa keutamaan puasa syawal?

Mengutip ulasan di situs resmi Muhammadiyah, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk melanjutkan semangat Ramadan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal.

Anjuran ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ayub al-Anshari, sebagaimana dicatat oleh Jamaah, kecuali Bukhari dan an-Nasai, bahwa Nabi SAW bersabda:

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan dia berpuasa sepanjang tahun."

Keutamaan puasa sunah Syawal ini sangat istimewa. Ramadan selama 30 hari, ditambah enam hari di bulan Syawal, seolah menyempurnakan ibadah selama setahun penuh.

Karena satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat, maka 30 hari Ramadan dan enam hari di Syawal menjadi seperti 360 hari — jumlah hari dalam satu tahun.

Selain puasa enam hari di bulan Syawal, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak puasa sunah Senin dan Kamis.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda bahwa beliau lebih sering berpuasa pada dua hari itu karena pada saat itu amal manusia dilaporkan kepada Allah SWT.

Beliau bersabda, “Saya senang ketika amalan saya diperlihatkan dalam keadaan saya berpuasa.”

Puasa sunah, baik di bulan Syawal maupun Senin dan Kamis, menjadi sarana untuk menjaga semangat ibadah yang telah tertanam selama Ramadan.

Bulan Syawal adalah waktu yang tepat untuk memperkuat hubungan spiritual dengan Allah dan melatih diri dalam ketakwaan.

Momentum puasa sunah di bulan Syawal juga bisa menjadi jalan bagi umat Islam untuk memperbaiki kualitas ibadah dan konsistensi dalam amal saleh.

Terlebih, di tengah kesibukan duniawi, ibadah puasa sunah menawarkan ketenangan dan keikhlasan yang mendalam.

Puasa Sunah Jauhkan dari Neraka dan Hapus Dosa

Puasa sunah memiliki keutamaan yang luar biasa bagi umat Islam. Amalan ini tidak hanya membawa keberkahan, tetapi juga menjadi pelindung dari api neraka dan penghapus dosa.

Hal ini dijelaskan langsung dalam sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan keistimewaan puasa sunah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa pun yang berpuasa sunah karena Allah akan dijauhkan dari api neraka sejauh 70 tahun.

Hadis ini menunjukkan bahwa satu hari puasa sunah yang dilakukan dengan ikhlas mampu menjadi tameng yang sangat kuat dari siksa neraka.

“Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 musim gugur.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Darimi, Ibnu Majah)

Keutamaan lain dari puasa sunah adalah keberkahan doa malaikat. Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Ummu Umarah binti Ka’ab, disebutkan bahwa saat seseorang berpuasa dan ada jamuan makan di hadapannya, para malaikat akan terus mendoakannya hingga makanan tersebut selesai disantap. Hal ini menjadi tanda betapa mulianya orang yang mampu menahan diri demi Allah.

“Sesungguhnya orang yang berpuasa, apabila makanan disuguhkan di hadapannya, maka malaikat akan mendoakannya hingga mereka selesai makan.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Darimi)

Tak hanya itu, puasa sunah juga menjadi penghapus dosa. Dalam hadis riwayat Abu Qatadah, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa puasa Arafah menghapus dosa setahun yang lalu dan yang akan datang, sedangkan puasa Asyura’ menghapus dosa setahun yang lalu.

“Puasa Arafah diharapkan menghapus dosa setahun yang lalu dan yang tersisa. Puasa Asyura’ diharapkan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Ahmad)

Meski banyak keutamaan, penting untuk memahami bahwa puasa sunah bukan sekadar alat untuk menggugurkan dosa secara otomatis.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa inti puasa adalah menjauhkan diri dari maksiat, bukan hanya menahan lapar dan haus. Kesalahpahaman terhadap amalan ini dapat menimbulkan sikap meremehkan dosa dengan dalih puasa akan “menghapus semuanya.”

Dengan pemahaman yang benar, puasa sunah akan menjadi sarana efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah, melatih keimanan, serta memperkuat ketaatan. Keutamaannya bukan hanya menjauhkan dari siksa neraka, tetapi juga menjadi jalan menuju ridha Ilahi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI