Apa Itu Menisbatkan Anak? Dibahas di Tengah Isu Perselingkuhan Ridwan Kamil

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Selasa, 08 April 2025 | 12:51 WIB
Apa Itu Menisbatkan Anak? Dibahas di Tengah Isu Perselingkuhan Ridwan Kamil
Lisa Mariana - Ridwan Kamil - Atalia Praratya (Suara.com/Alfian Winanto/Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembahasan mengenai apa itu 'menisbatkan anak' menjadi relevan seiring dengan kekhawatiran pendakwah Thyazen Alhakimi terhadap rumah tangga Ridwan Kamil dan Atalia Praratya terkait isu perselingkuhan yang beredar. Thyazen Alhakimi juga turut memberikan tanggapan terkait permintaan tes DNA dari Lisa Mariana, wanita yang mengaku sebagai mantan selingkuhan Ridwan Kamil.

Menurut Thyazen Alhakimi, tes DNA sebenarnya tidak memiliki kekuatan hukum yang besar dalam syariat Islam untuk menentukan garis keturunan. "Menurut Islam, DNA tidak terlalu diakui di dalam syariat untuk menisbatkan anak, (baik untuk) ibunya atau bapaknya. Kalau ibunya sudah jelas, (seorang anak) lahir dari ibu," jelas tokoh agama itu.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud menisbatkan anak? Simak penjelasan berikut ini.

Pengertian Menisbatkan Anak

Ridwan Kamil dan Atalia Praratya [Instagram]
Ridwan Kamil dan Atalia Praratya [Instagram]

Dikutip dari website NU Online, menisbatkan anak secara sederhana berarti mengaitkan atau mengakui seorang anak sebagai keturunan (nasab) dari seseorang yang bukan ayah biologisnya. Dalam ajaran Islam, tindakan ini sangat dilarang dan dianggap sebagai dosa besar.

Larangan menisbatkan nasab kepada selain ayah kandung bertujuan untuk menjaga kemuliaan dan kebenaran dalam hubungan keluarga. Selain itu, hal ini juga untuk mencegah pemalsuan identitas serta hak-hak yang berkaitan dengan keturunan.

Dalam Islam, seseorang yang dengan sengaja menisbatkan nasab seorang anak kepada orang lain selain ayah kandungnya akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh umat manusia.

Hal ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib RA, dari Nabi Muhammad SAW: "Barangsiapa yang mengaku ayah kepada selain ayah kandungnya atau bersandar kepada yang bukan walinya, maka laknat Allah, para Malaikat dan semua manusia menimpa dirinya, dan pada hari kiamat Allah tidak akan menerima, baik amalan fardhunya maupun yang sunnahnya." (HR. Muslim)

Dalam konteks hukum Islam, menisbatkan nasab kepada selain ayah kandung dilarang karena dapat mengacaukan garis keturunan yang jelas dan berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari, terutama terkait dengan hak waris.

Sebagai contoh, seorang anak yang lahir di luar pernikahan tidak boleh dinasabkan kepada ayah biologisnya menurut hukum Islam. Meskipun secara biologis anak tersebut adalah keturunannya, status nasab tetap tidak dapat dihubungkan.

Baca Juga: Psikolog Beri Pesan Menohok ke Lisa Mariana Soal Anak: Ibunya Harus Segera Berubah

Contoh lainnya dalam Islam, anak angkat tidak memiliki status hukum yang sama dengan anak kandung. Oleh karena itu, nasab anak angkat tetap melekat pada orang tua kandungnya, bukan pada orang tua angkatnya. Islam memperbolehkan tindakan mengasuh, merawat, mendidik, dan memberikan berbagai bentuk pemeliharaan kepada anak angkat, namun tanpa mengubah status nasabnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI