Sudah Jadi Tradisi, Bagaimana Hukum Merayakan Lebaran Ketupat menurut Islam?

Nur Khotimah Suara.Com
Senin, 07 April 2025 | 17:51 WIB
Sudah Jadi Tradisi, Bagaimana Hukum Merayakan Lebaran Ketupat menurut Islam?
Tradisi Lebaran Ketupat menjadi tradisi turun temurun di berbagai daerah di Pulau Jawa.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebaran Ketupat adalah tradisi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia, terutama yang berasal dari Jawa. Tradisi ini biasanya dilaksanakan setelah Hari Raya Idulfitri, tepatnya pada tanggal 7 Syawal, dengan menyajikan ketupat sebagai makanan utama dan makanan pendamping lainnya serta kegiatan bersilaturahmi di antara keluarga dan tetangga. Namun, seiring dengan perkembangannya, muncul pertanyaan tentang hukum Lebaran Ketupat menurut agama Islam.

Tradisi Lebaran Ketupat bermula dari masyarakat Jawa sebagai bentuk syukur dan perayaan setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Ketupat yang merupakan simbol keberkahan dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam daun kelapa muda dan dimasak hingga matang. Masyarakat Jawa percaya bahwa ketupat melambangkan penyucian diri setelah berpuasa sebulan penuh, sebagaimana ketupat yang dibungkus dan disajikan dalam bentuk yang sempurna.

Namun penting untuk dipahami bahwa Lebaran Ketupat bukanlah ajaran dari Nabi Muhammad SAW atau perintah yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadis. Tradisi ini lebih merupakan budaya lokal yang berkembang seiring dengan perjalanan sejarah dan adat istiadat di masyarakat tertentu.

Ustadz Syafiq Basalamah pun pernah membahas soal hukum dari merayakan Lebaran Ketupat ini.

Ilustrasi: sejumlah ASN yang telah diizinkan pulang merayakan "Lebaran Topat" 1443 Hijirah, memburu pedagang ketupat beserta makanan pendamping lainnya seperti opor ayam, daging, telur, urap serta jajanan khas "bantal" di sepanjang Jalan Airlangga, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, untuk disantap bersama keluarga. Senin (9/5-2022). (Foto: ANTARA/Nirkomala)
Ilustrasi Lebaran Ketupat. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Secara umum, hukum mengenai pelaksanaan Lebaran Ketupat dapat dipahami dari sudut pandang dua hal, yaitu hukum adat dan hukum syariat. Dalam Islam, tidak ada larangan tegas mengenai perayaan ini selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Namun perlu ditekankan bahwa Lebaran Ketupat bukanlah kewajiban yang diatur dalam syariat Islam. Oleh karena itu, tidak ada perintah dari Allah SWT atau Rasulullah SAW yang secara khusus menyebutkan bahwa umat Islam harus merayakan Lebaran Ketupat. Begitu pula, tidak ada larangan untuk merayakannya, asalkan perayaan tersebut tidak mengarah pada hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti kesyirikan atau perbuatan yang merugikan orang lain.

Jika dilihat dari sudut pandang sosial, Lebaran Ketupat bisa dianggap sebagai bentuk syukur dan sarana untuk mempererat hubungan silaturahmi antar sesama umat Islam. Dalam Islam, silaturahmi sangat dianjurkan dan memiliki banyak pahala. Sesuai dengan sabda Rasulullah:

Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung tali silaturahmi." (HR. Bukhari).

Oleh karena itu, selama pelaksanaan tradisi Lebaran Ketupat tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariat, seperti perbuatan maksiat atau bid'ah (perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam Islam), maka tradisi ini dapat dianggap sebagai kebiasaan yang diperbolehkan.

Baca Juga: Apakah Puasa Syawal Harus Bayar Hutang Puasa Ramadhan Dulu? Ini Penjelasannya

Ustadz Syafiq Riza Basalamah juga menegaskan bahwa penting untuk memperhatikan niat dan tujuan dalam pelaksanaan Lebaran Ketupat. Jika tujuan dari tradisi ini adalah untuk merayakan kemenangan setelah berpuasa, menyambung silaturahmi, dan menjaga kebersamaan, maka hal ini bisa dianggap sah dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI