Suara.com - Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan unggahan yang memperlihatkan rumah aktris cantik Raline Shah yang diduga dihuni kawanan rusa di halamannya.
Unggahan yang dibagikan ulang oleh akun X @/tanyakanrl ini langsung mencuri perhatian netizen. Banyak yang tercengang sekaligus terhibur melihat pemandangan tak biasa tersebut.
"Orang lain di rumah miara nya ayam. Raline Shah di rumah miaranya rusa. Old money memang beda," tulis salah satu akun, menggambarkan gaya hidup Raline Shah yang berbeda dari kebanyakan orang seperti Suara.com kutip pada Senin (7/4/2025).
Tak butuh waktu lama, rasa penasaran netizen pun menjalar lebih jauh. Siapa sebenarnya keluarga Raline Shah? Mengapa rumahnya bisa memiliki rusa-rusa jinak?
Jawaban itu perlahan terbuka ketika sejumlah warganet membocorkan informasi tentang sang ayah, Dr. H. Rahmat Shah—seorang tokoh penting di balik berdirinya Rahmat International Wildlife Museum & Gallery di Medan.
"Google galeri rahmat, Medan. Semua satwa liar di galeri itu bukan replika. Yep, beneran semuanya satwa liar asli yang diawetkan. Fyi, bahkan BRIN mengisi Animalium dengan hewan replika, bukan aslinya," tulis akun X @/jellypastaa.
Mengenal Rahmat International Wildlife Museum & Gallery
Museum ini bukanlah tempat biasa. Dikutip situs resminya, museum ini dibuka pada 14 Mei 1991, merupakan yang pertama dan satu-satunya di dunia yang menampilkan ribuan binatang yang diawetkan dalam suasana yang mereplika habitat aslinya secara artistik.
Lebih dari 2.600 spesies dan 5.600 spesimen dari seluruh penjuru dunia ditampilkan dengan rapi dalam tiga lantai museum yang berpendingin dan terjaga kelembapannya.
Baca Juga: Sociolla Beauty Museum, Bukti Perjalanan Satu Dekade Beauty-Tech di Indonesia
Menariknya lagi, semua koleksi tersebut bukan hasil perburuan liar. Binatang-binatang itu berasal dari perburuan legal berdasarkan konsep konservasi, kematian alami di kebun binatang, hibah dari lembaga, hingga pembelian sah dari berbagai negara.

Pendekatan ini disebut sebagai "Konservasi dengan Pemanfaatan", di mana perburuan legal justru bertujuan mengontrol populasi satwa dan melestarikan ekosistem.
Rahmat Shah sendiri bukan hanya pengusaha dan filantropis, tetapi juga seorang konservasionis sejati. Ia telah berkelana ke berbagai negara untuk mempelajari cara-cara pelestarian satwa liar, dari Afrika hingga Eropa, Asia Tengah, hingga Oseania.
Bahkan, Rahmat Shah merupakan putra Indonesia pertama yang menerima penghargaan prestisius "African Big Five Award" dari Safari Club International (SCI) pada tahun 1996, berkat keberhasilannya dalam perburuan resmi terhadap lima hewan besar Afrika: gajah, badak putih, singa, banteng, dan macan tutul.
Perlu digarisbawahi bahwa penghargaan tersebut diberikan bukan semata karena kemampuan berburu, tetapi karena keberhasilannya mengikuti aturan ketat dalam perburuan konservasi.

Contohnya, seekor gajah hanya boleh diburu jika gadingnya telah mencapai panjang minimal 1,5 meter—tanda bahwa hewan itu sudah tua.
Museum ini bukan hanya menyuguhkan koleksi visual, tapi juga mendidik. Pengunjung dapat menikmati berbagai fasilitas seperti perpustakaan satwa, ruang audio visual tentang perburuan konservasi, studio foto profesional, serta Hunters Café yang menyajikan suasana ala petualang alam liar.
Kini, ketika publik mengetahui bahwa Raline Shah tumbuh besar di lingkungan yang penuh satwa eksotik dan nilai-nilai konservasi tinggi, tak heran bila kehadiran rusa di halaman rumahnya menjadi sorotan.
Bukan semata gaya hidup mewah, tapi simbol dari warisan panjang keluarga yang mencintai dan menjaga kelestarian alam.
Museum Rahmat bukan sekadar tempat wisata edukatif, tetapi juga monumen nyata dedikasi seorang putra bangsa untuk memperkenalkan dunia satwa liar dan pentingnya pelestarian kepada masyarakat luas.
Jadi, jika kamu berkunjung ke Medan, jangan lupa sempatkan mampir ke Rahmat International Wildlife Museum & Gallery—karena di sanalah kamu bisa menyaksikan keindahan dan keberagaman satwa dunia dalam satu tempat yang luar biasa.