“Ya saya tulus juga bantu bapak untuk ber-KB. Saya tulus bantu bapak agar tidak ada anak ke-12. Saya tulus lho bapak KB," ungkapnya lagi.
Ia juga menambahkan bahwa ia akan membantu mencetak buku panduan mengajar agar sang bapak bisa menjadi pengajar bagi anak-anaknya yang tidak sempat sekolah. Harapannya, anak-anak di Majalengka, Jawa Barat, bisa memiliki masa depan yang lebih baik.
Respons publik terhadap video ini pun sangat beragam. Ada yang mengkritik pola pikir sang bapak, ada pula yang menggarisbawahi pentingnya pendidikan dan kesadaran tentang KB di kalangan masyarakat kelas bawah.
Seorang warganet dengan akun @daisyuki menuliskan, "Emang orang-orang miskin ini hiburannya se** doang. Berlindung dengan alasan banyak anak banyak rejeki, padahal ujung-ujungnya anak paling tua yang biayain hidup adik-adiknya."
Akun lain, @squeel, dengan nada polos namun menyentil, bertanya, "Kalau nggak bisa ngerawat dan ngasih hak anak dan ibu dengan baik, masuknya dzalim nggak sih?"
Memang, ada faktor lain yang membuat kasus ini kompleks. Beberapa penganut agama tertentu kadang meyakini bahwa menggunakan alat kontrasepsi adalah sesuatu yang dilarang.
Namun sayangnya, kepercayaan itu tidak dibarengi dengan pertimbangan rasional soal kondisi ekonomi dan kesejahteraan keluarga.
Seorang netizen lain bahkan menyindir, "Yang the real banyak anak banyak rejeki cuma Gen Halilintar doang."
Kasus ini membuka diskusi yang lebih luas: bagaimana negara, tokoh masyarakat, dan sistem pendidikan bisa lebih giat memberikan pemahaman soal pentingnya keluarga berencana? Bukan sekadar menekan angka kelahiran, tapi demi masa depan anak-anak yang layak, sehat, dan terpenuhi hak-haknya.
Baca Juga: Warga Jabar yang Taat Pajak Jangan Iri karena Tak Dapat Pemutihan, Dedi Mulyadi Siapkan Surprise
Niat baik memang mulia, tapi seperti yang Dedi Mulyadi coba sampaikan, niat saja tak cukup jika tidak dibarengi dengan tanggung jawab dan kesadaran jangka panjang.