Lebaran Ketupat: Tradisi Unik Setelah Idulfitri dan Maknanya Bagi Umat Muslim

Rabu, 02 April 2025 | 13:05 WIB
Lebaran Ketupat: Tradisi Unik Setelah Idulfitri dan Maknanya Bagi Umat Muslim
Kapan lebaran ketupat 2023 (hartono subagio/Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ada salah satu tradisi yang biasanya dilakukan oleh umat Muslim terutama masyarakat Jawa, tepat sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal, yakni Lebaran Ketupat. Pada masyarakat Jawa, perayaan tradisi ini merupakan simbol kebersamaan. Tradisi ini juga dikenal dengan sebutan Syawalan di beberapa wilayah lainnya.

Berdasarkan pengertian yang disadur dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Lebaran Ketupat diartikan sebagai Lebaran yang dirayakan pada hari kedelapan pada bulan Syawal, setelah melaksanakan puasa Syawal. Penasaran dengan sejarah Lebaran Ketupat lebih dalam lagi?

Sejarah Tradisi Perayaan Lebaran Ketupat

Melansir dari laman NU Online, sejarah yang melatarbelakangi Lebaran Ketupat ini berkaitan erat dengan salah satu tokoh Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa memercayai bahwa Sunan Kalijaga lah yang pertama kali memperkenalkan ketupat.

Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai bagian dari dakwahnya dengan tujuan agar masyarakat lebih mudah menerima ajaran Islam tanpa merasa kehilangan tradisi nenek moyang mereka. Dari sinilah tradisi ‘Bakdo Kupat’ lahir, yang dalam bahasa Jawa artinya ‘Setelah Lebaran’.

Menurut ajaran Sunan Kalijaga, ketupat mencerminkan empat nilai utama dalam perayaan Idul Fitri, yakni Lebu, Luber, Lebur, dan Labur. Lebu menandakan berakhirnya bulan Ramadan dan awal kehidupan baru yang lebih baik, Luber merupakan simbol rezeki yang harus dibagikan kepada sesama sebagai bentuk kepedulian dan kebaikan sesuai ajaran Islam, Lebur melambangkan pelebur dosa melalui saling memaafkan, dan Labur diisyaratkan sebagai kebersihan hati dan tekad untuk terus memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Berdasarkan keterangan dari Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi, tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan ini muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang sebelumnya di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi tersebut kemudian dijadikan sarana untuk memperkenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, beredekah, serta bersilaturrahim di Hari Lebaran.

Makna Filosofis di Balik Lebaran Ketupat

Berbicara tentang Lebaran Ketupat, tidak lengkap jika tidak membahas tentang ‘ketupat’ itu sendiri. Dalam bahasa Jawa, kata ‘ketupat’ atau ‘kupat’ berasal dari kata ‘ngaku lepat’ yang artinya ‘mengakui kesalahan’. Sehingga dengan ketupat, sesama umat Muslim diharapkan bisa saling memaafkan satu sama lain.

Baca Juga: Lebaran Tanpa Stres, Panduan Lengkap Menikmati Hari Raya Tanpa Beban dan Drama

Secara filosofis, makanan ketupat yang dibungkus dengan janur kuning atau daun kelapa muda ini melambangkan penolak bala oleh masyarakat Jawa. Bentuk segi empat atau belah ketupat juga mencerminkan prinsip kiblat, yang bermakna pasti selalu kembali kepada Allah SWT. Kerumitan anyaman yang terdapat pada bungkus ketupat juga menyiratkan berbagai macam kesalahan manusia. Sementara itu, beras sebagai isian ketupat melambangkan kemakmuran setelah hari raya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI