Suara.com - Tradisi mengenakan pakaian bersih, berhias hingga memakai wangi-wangian sering dilakukan seorang Muslim saat perayaan Idul Fitri.
Langkah ini menjadi salah satu adab selain membersihkan hati dan melapangkan pintu maaf antar sesama.
Berpenampilan rapi dan bersih saat salat Id bukanlah perkara kemewahan, melainkan niat untuk memuliakan hari kemenangan.
Hal tersebut juga mencerminkan suka cita, penghormatan terhadap hari raya, dan penghargaan atas nikmat yang telah Allah berikan.
Baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan memakai pakaian terbaik yang dimiliki, tentu saja tidak harus mahal, tetapi bersih dan pantas. Intinya tidak berlebihan.
Teladan ini langsung datang dari Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i:
"Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW selalu memakai wool (burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap ‘Id." (HR. Asy-Syafi’i).
Mengutip laman muhammadiyah.or.id, pakaian yang dipilih Rasulullah menunjukkan perhatian beliau terhadap penampilan di hari istimewa, sekaligus menjadi contoh sederhana namun bermakna bagi umatnya.
Rasulullah juga secara tegas memerintahkan umatnya untuk tampil sebaik mungkin pada hari raya. Dalam riwayat yang disampaikan oleh Al-Hakim, Zaid bin al-Hasan bin Ali mengatakan:
Baca Juga: Panduan Meraih Keutamaan Malam Idul Fitri Berdasarkan Hadis Nabi
"Diriwayatkan dari Zaid bin al-Hasan bin Ali dari ayahnya, ia mengatakan: kami diperintahkan oleh Rasulullah SAW pada dua hari raya untuk memakai pakaian kami terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada…" (HR. Al-Hakim).
Perintah ini menegaskan bahwa berhias di Hari Raya Idul Fitri adalah bagian dari sunah, sekaligus wujud syukur atas kebahagiaan yang Allah anugerahkan.
Berhias untuk salat Idul Fitri bukan sekadar urusan lahiriyah, tetapi juga cerminan hati yang bersih dan jiwa yang gembira.
Ketika memakai pakaian terbaik dan harum wangi-wangian, tidak hanya memuliakan hari raya, tetapi juga menunjukkan rasa hormat kepada Allah dan sesama.
Muhammadiyah tetapkan 1 Syawal 1446 H pada 31 Maret 2025
Diketahui, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin 31 Maret 2025. Keputusan tersebut berdasarkan pada hisab hakiki wujudul hilal.
Metode ini merupakan penentuan awal bulan Hijriah yang telah lama menjadi pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Awal bulan ditetapkan jika hilal sudah wujud, yaitu setelah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari.
Piringan atas bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Jika salah satu dari kriteria ini tidak terpenuhi, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.
Di seluruh wilayah Indonesia, bulan juga masih berada di bawah ufuk, sehingga tidak memenuhi kriteria wujudul hilal.
Oleh karena itu, umur bulan Ramadan 1446 H disempurnakan menjadi 30 hari, dan 1 Syawal 1446 H pun jatuh pada Senin Pahing, 31 Maret 2025.
Keputusan ini sekaligus menjadi penanda berakhirnya penggunaan hisab hakiki wujudul hilal dalam penentuan awal bulan Hijriah oleh Muhammadiyah. Mulai tahun 1447 H, Muhammadiyah akan beralih ke Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Dalam sistem KHGT, bumi dianggap sebagai satu kesatuan matlak global sehingga seluruh dunia akan menetapkan awal bulan Hijriah pada hari yang sama.
Perubahan ini diharapkan membawa kesatuan umat Islam dalam aspek waktu dan ibadah, menjawab tantangan modernitas, serta memperkuat integrasi umat di tingkat global.
Idul Fitri versi pemerintah
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Abu Rokhmad menyampaikan rapat persiapan sidang isbat awal Syawal 1446 H di kantor pusat Kemenag, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Abu Rokhmad ketika itu menyatakan pihaknya akan menggelar sidang isbat awal Syawal, pada Sabtu 29 Maret 2025.
Biasanya, sidang isbat selalu digelar pada tanggal 29 Syakban untuk menetapkan awal Ramadan, 29 Ramadan untuk menetapkan awal Syawal dan 29 Zulkaidah untuk menetapkan awal Zulhijjah.
Pemerintah menggunakan metode hisab dan rukyat dalam menetapkan awal Syawal, termasuk Ramadan dan Zulhijah.
Hal ini mengacu pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Dengan demikian, Hari Raya Idul Fitri versi pemerintah masih menunggu keputusan sidang isbat yang akan digelar Sabtu (29/3/2025) sore nanti.