Suara.com - Lebaran di Pangandaran selalu menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh masyarakat setempat.
Selain sebagai perayaan keagamaan, Lebaran juga menjadi ajang untuk melestarikan berbagai tradisi budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Berikut beberapa tradisi Lebaran yang masih lestari dan kerap dilakukan oleh warga Pangandaran:
1. Tradisi Pregpegan

Sehari sebelum lebaran, masyarakat Pangandaran merayakan tradisi yang dikenal sebagai Pregpegan dalam bahasa Jawa atau Peregpegan dalam bahasa Sunda.
Istilah ini merujuk pada hari terakhir bulan Ramadan, menandai berakhirnya masa puasa.
Pada hari ini, Pasar Pananjung Pangandaran dipenuhi oleh pembeli yang ingin memenuhi kebutuhan Lebaran.
Suasana pasar menjadi sangat ramai, dengan pengunjung yang rela berdesak-desakan demi mendapatkan barang yang diinginkan.
Tak hanya pedagang tetap, pedagang musiman seperti penjual anyaman ketupat dan kembang juga turut meramaikan pasar, memanfaatkan momen ini untuk meraih rezeki tambahan.
Baca Juga: Hingga Jumat Pagi, Sudah 60 Persen dari 2,1 Juta Kendaraan Pemudik Tinggalkan Jakarta
Bagi para pedagang dan penjaga parkir, tradisi Pregpegan membawa berkah tersendiri karena meningkatnya jumlah pengunjung yang datang untuk berbelanja.
2. Menyalakan Lodong di Malam Takbiran
Di daerah Cikembulan, Pangandaran, terdapat tradisi unik saat malam takbiran menuju lebaran, yaitu menyalakan lodong.
Lodong adalah bambu yang dibuat menyerupai meriam dan dinyalakan untuk meramaikan suasana malam sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Suara ledakan lodong berbeda dengan petasan pada umumnya. Namun ini lebih menggema tapi tidak memekakkan telinga.
Tradisi ini menjadi hiburan tersendiri bagi warga setempat dan menambah semarak perayaan menyambut hari kemenangan.
3. Munggahan di Pantai Madasari
Menjelang bulan Ramadan, masyarakat Pangandaran memiliki tradisi munggahan, yaitu berkumpul bersama keluarga atau teman untuk makan bersama sebagai bentuk syukur dan persiapan memasuki bulan suci.

Salah satu lokasi favorit untuk munggahan adalah Pantai Madasari di Kecamatan Cimerak.
Meskipun bukan termasuk dalam rangkaian tradisi Lebaran, munggahan menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian perayaan yang dilakukan masyarakat Pangandaran dalam menyambut dan menjalani bulan Ramadan hingga Idul Fitri.
4. Hajat Laut
Meskipun tidak secara langsung terkait dengan Lebaran, tradisi Hajat Laut merupakan salah satu warisan budaya yang masih dijaga oleh masyarakat nelayan di Pangandaran.
Upacara ini merupakan ungkapan syukur atas hasil laut yang melimpah dan permohonan keselamatan bagi para nelayan.

Hajat Laut biasanya diselenggarakan setiap tahun pada bulan-bulan tertentu yang dianggap sakral.
Tradisi ini menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam serta menjadi daya tarik wisata budaya yang unik di Pangandaran.
5. Konsumsi Ketupat sebagai Simbol Lebaran
Seperti halnya di banyak daerah lain di Indonesia, masyarakat Pangandaran juga memiliki tradisi mengonsumsi ketupat saat Lebaran.
Ketupat, yang terbuat dari beras yang dimasak dalam anyaman daun kelapa muda, melambangkan permintaan maaf dan penyucian diri.
Tradisi ini diyakini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15 sebagai simbol pengakuan atas kesalahan dan harapan untuk kembali suci setelah menjalani ibadah puasa Ramadan.
Melalui berbagai tradisi tersebut, masyarakat Pangandaran tidak hanya merayakan Lebaran sebagai momen keagamaan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi, melestarikan budaya lokal, dan mengungkapkan rasa syukur atas berkah yang diterima.
Keberagaman tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerus.