Pengertian Itikaf, Amalan hingga Syarat-syaratnya

Eko Faizin Suara.Com
Senin, 24 Maret 2025 | 15:28 WIB
Pengertian Itikaf, Amalan hingga Syarat-syaratnya
Pengertian Itikaf, Amalan hingga Syarat-syaratnya. [Freepik]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagian umat Islam memilih melakukan itikaf pada momen sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Waktu ini menjadi salah satu hal istimewa untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Namun, masih banyak jamaah yang mempertanyakan bagaimana tuntunan itikaf yang benar menurut ajaran Rasulullah SAW.

Para ulama memiliki perbedaan dalam mendefinisikannya secara istilah. Meski secara bahasa, itikaf berarti berdiam diri dan menetap dalam sesuatu.

Melansir laman muhammadiyah.or.id, itikaf sendiri disyariatkan berdasarkan dalil Alquran dan hadis. Dalam Alquran, terdapat perintah yang menyebutkan tentang itikaf di masjid dalam surat Al-Baqarah ayat 187.

Ayat ini menjelaskan bahwa ketika seseorang melakukan itikaf, ia tidak diperbolehkan untuk berhubungan suami istri dan harus tetap berada di dalam masjid.

Selain itu, hadis riwayat Aisyah RA. yang terdapat dalam Shahih Muslim juga menyebutkan bahwa Rasulullah SAW yang secara rutin melaksanakan itikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan hingga beliau wafat. Setelah itu, istri-istri Nabi melanjutkan kebiasaan tersebut.

Al-Hanafiyah mendefinisikan itikaf sebagai berdiam diri di masjid yang biasa digunakan untuk salat berjamaah.

Sedangkan Asy-Syafi’iyyah mengartikan itikaf sebagai berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dijelaskan dalam Tuntunan Ramadan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, itikaf merupakan aktivitas berdiam diri di masjid dalam waktu tertentu dengan melakukan ibadah tertentu demi meraih ridha Allah.

Baca Juga: Ceriakan Momen Idulfitri, Pertamina Bagikan THR kepada Anak-Anak

Waktu dan tempat itikaf

Para ulama memiliki pandangan yang beragam tentang waktu dan pelaksanaan itikaf. Sebagian ulama, seperti Al-Hanafiyah, memperbolehkan itikaf dilaksanakan dalam waktu yang singkat tanpa batasan tertentu.

Sementara itu, Al-Malikiyah menjelaskan minimal waktu pelaksanaan itikaf adalah satu malam dan satu hari. Oleh karena itu, itikaf dapat dilakukan dengan durasi yang bervariasi, baik hanya beberapa jam atau bahkan sehari semalam.

Sedangkan mengenai tempat pelaksanaan itikaf, dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 187 menyatakan bahwa itikaf dilakukan di masjid.

Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jenis masjid yang dapat digunakan.

Sebagian ulama seperti Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa masjid yang digunakan untuk itikaf harus memiliki imam dan muadzin khusus.

Sedangkan Al-Hanabilah berpendapat bahwa itikaf dapat dilaksanakan di masjid yang biasa digunakan untuk salat berjamaah, meskipun bukan masjid yang digunakan untuk salat Jumat.

Syarat dan amalan selama itikaf

Dalam pelaksanaan itikaf, terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar ibadah ini sah di antaranya, pelakunya harus beragama Islam.

Syarat berikutnya sudah baligh baik laki-laki maupun perempuan, melaksanakan itikaf di masjid, memiliki niat yang jelas, dan tidak diwajibkan dalam keadaan berpuasa. Dengan demikian, orang yang tidak berpuasa pun tetap boleh melakukan itikaf.

Selain itu, para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan itikaf tidak diperbolehkan keluar dari masjid kecuali karena alasan syari seperti melaksanakan salat Jumat atau keperluan mendesak lainnya seperti buang air atau mandi.

Hal ini dimaksudkan agar kekhusyukan dalam beribadah tetap terjaga. Selama itikaf, disarankan untuk memperbanyak amalan ibadah seperti membaca Alquran, berdzikir, melaksanakan salat sunah, dan mempelajari buku-buku agama.

Apakah itikaf dilakukan dalam suasana tertentu?

Beberapa orang meyakini bahwa kekhusyukan dalam itikaf dapat dicapai dengan mengatur suasana tertentu, seperti penggunaan lampu yang redup.

Namun, dari penjelasan para ulama, tidak ditemukan dalil yang secara khusus mewajibkan atau mensyaratkan hal tersebut.

Kekhusyukan dalam itikaf seharusnya dicapai melalui niat yang tulus, amalan yang benar, serta ketekunan dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Oleh karena itu, tidak perlu menekankan hal-hal teknis yang tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam.

Itikaf merupakan salah satu cara terbaik untuk mengisi sepuluh hari terakhir Ramadan dengan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.

Dengan memahami tuntunan yang benar menurut ajaran Rasulullah SAW, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan itikaf dengan lebih baik dan memperoleh keberkahan dari ibadah tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI