Suara.com - Beberapa hari menjelang akhir bulan Ramadan, ada satu tradisi tahunan yang selalu dinantikan oleh masyarakat Indonesia, yaitu mudik Lebaran.
Para perantau berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga.
Setiap mudik Lebaran, kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan yang tak terhindarkan, terutama di jalur-jalur utama yang menghubungkan kota-kota besar dengan daerah asal para pemudik.
Sehingga, perjalanan yang biasanya hanya memakan waktu beberapa jam bisa berubah menjadi belasan hingga puluhan jam akibat lonjakan jumlah kendaraan.
Lantas, yang jadi pertanyaan adalah bolehkah membatalkan puasa saat mudik Lebaran?
Mengingat ketika mudik Lebaran, para perantau merasakan kelelahan fisik dan mental karena perjalanan jauh sehingga kadang rasa haus dan lapar tidak tertahankan.
Mengutip dari laman Muhammadiyah, para pemudik yang jaraknya jauh bisa disebut sebagai musafir.
Dalam Islam sendiri, ada kelonggaran perihal puasa kepada para musafir sehingga dapat meninggalkan puasa jika memang dirasa tidak mampu, baik secara fisik maupun psikologis.
Kelonggaran ini didasarkan pada dalil dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surah Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:
Baca Juga: Ucapan Idul Fitri Anti Mainstream: Bahasa Arab dan Maknanya yang Mendalam
“Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”