Suara.com - Publik belakangan digegerkan dengan teror kepala babi di kantor media massa Tempo. Kantor media tersebut belakangan dikirimi kepala babi dengan telinga terpotong.
Kiriman itu ditunjukan untuk salah satu jurnalis perempuan Tempo yang vokal mengkritisi pemerintah.
Selang beberapa hari, Tempo kembali mendapat kiriman bangkai hewan. Terbaru, Tempo mendapat teror kiriman bangkai 6 tikus tanpa kepala.
Teror yang diterima Tempo sontak menuai atensi publik. Tak sedikit warganet teringat dengan keganasan Orde Baru pada insan pers.
Terlebih momen teror tepat setelah RUU TNI disahkan, di mana aturan ini memperluas wewenang tentara di ranah sipil.
Soal teror pada pers, wartawan di era Orde Baru juga telah banyak mengalami. Salah satu yang cukup terkenal adalah teror terhadap wartawan senior Peter Rohi yang dikirimi kepala manusia pada tahun 1983.
![Kantor Tempo dikirimi kepala babi yang ditujukan kepada salah satu host Bocor Alus Politik. [dok Tempo]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/23/91215-kepala-babi-kantor-tempo-teror.jpg)
Kisah Peter Rohi
Peter Rohi sempat bekerja di sebuah media yang tengah menginvestigasi kasus-kasus pembunuhan oleh Petrus alias penembak misterius. Peter pada tahun 2015 sempat membagikan pengalamannya di Febook dengan judul 'Saya Dikirimi Paket Kepala Manusia'.
Unggahan Peter menceritakan kisahnya saat menjadi Direktur Pelaksana Harian Suara Indonesia, Malang, sebuah anak perusahaan Sinar Harapan. Pada tahun 1980-an marah terjadi pembunuhan misterius untuk menekan para preman.
Baca Juga: Tak Gentar Kantor Diteror Kepala Babi hingga Bangkai Tikus, Tempo: Ini Tindakan Pengecut!
Mayat di dalam karung ditemukan di mana-mana. Namun setelah ditelusuri, rupanya Petrus tak hanya menyasar preman. Mulai dari petani, aktivis, perawat, hingga saingan kepala desa juga ditemukan menjadi mayat di dalam karung.
Peter Rohi kala itu mengeluarkan surat yang ditujukan kepada seluruh korespondensinya untuk mencatat identitas korban Petrus tersebut. Akitivitas ini yang kemudian membuat Peter dinggap melawan.
Sebagai ancaman, ia kemudian dikirimi paket berisi kepala manusia yang dimasukkan ke dalam kantong plastik dan kardus.
Peter menyebut ia tak membela preman, tetapi baginya setiap warga negara harus diadili sesuai hukum yang berlaku.
“Saya tidak membela preman, tetapi setiap warga negara berhak diadili secara hukum dan mendapat pembelaan. Berita pengiriman paket kepala manusia ini mendapat reaksi keras dari dunia internasional," ujar Peter Rohi kemudian.
Kala itu, berita pengiriman kepala manusia ke rumah Peter Rohi menyebar bahkan sampai menuai kritik internasional.
Sosok Peter Rohi

Peter Rohi merupkan salah satu tokoh pers nasional yang dikenal dengan liputan investigasinya. Ia lahir di NTT, 14 November 1942.
Peter Rohi mulai menekuni jurnalistik sejak tahun 1970. Selain sebagai wartawan, ia juga dikenal sebagai penelusur jejak Soekarno dengan menuliskan buku berjudul Soekarno Sebagai Manoesia dan Ayah Bunda Bung Karno.
Peter juga merupakan tokoh di Soekarno Institut. Ia menjadi salah satu tokoh yang memperjuangkan sebuah rumah di Jalan Pandean, Surabaya, sebagai rumah kelahiran presiden pertama Indonesia. Peter juga menulis buku berjudul Natuna Kapal Induk Amerika.
Peter sendiri merupakan lulusan Stikosa - AWS. Semasa hidupnya, Peter menjadi legendaris liputan mendalam di daerah pedalaman yang sulit. Ia dikenal jujur, bahkan sering kali merogoh saki pribadinya untuk kepentingan peliputan.
Peter menjadi salah satu wartawan yang tak kenal takut pada pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Peter sendiri telah eninggal dunia pada pukul 06.45 WIB, Rabu 10 Juni 2020 di RS St. Vincentius A Paulo atau RKZ Surabaya.