Penelitian tersebut menemukan bahwa Gen Z tidak percaya diri untuk tampil rapuh di hadapan publik. Mereka akhirnya cenderung untuk membagikan pengalaman buruk dan keluhan mereka melalui second account.
Adanya second account tersebut menjadi wadah bagi pemuda dan pemudi Gen Z untuk meluapkan masalah hidupnya seperti konflik dengan pasangan, keluarga, dan teman-teman mereka.
Adapun melalui second account tersebut, Gen Z bersikap anonim dan enggan mempublikasikan informasi diri mereka, seperti nama dan identitas.
Umumnya, luapan pengalaman yang dibagikan ke second account hanya bisa dilihat oleh teman-teman tertentu yang dipercayai.
Mengapa Generasi Z Lebih Rentan Terhadap Depresi?
Pakar kesehatan mental dari Emotional Health For All (EHFA) Dr. Sandersan Onie menyebutkan kalau gen z memang lebih berisiko mengalami depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini terungkap dari penelitian yang dilakukan olehnya.
Salah satu penyebab Gen Z rentan mengalami depresi adalah karena tantangan hidup mereka lebih berat. Gen Z hidup di era digital yang menjadikan mereka bisa mengakses banyak hal di seluruh dunia. Hal ini nyatanya mempengaruhi kesehatan mental mereka.
"Kami lakukan statistik apa intensitas dari depresi yang kita lihat, kenyataannya memang anak-anak sekarang lebih rentan terhadap depresi," jelas Dr. Sandersan Onie saat webinar Hari Kesehatan Mental Dunia pada Oktober 2020 lalu.
"Karena tantangan yang dihadapi berlipat kali lebih berat dari generasi sebelumnya, dari segi sosial media, perbandingan dari keparahan depresinya. Mereka bertumbuh tidak hanya membandingkan diri dengan kakak, adik, atau teman sekelas, tapi juga dengan anak seluruh dunia lewat sosial media," imbuhnya.
Baca Juga: Ngabuburit Produktif? Ini 3 Cara Gen Z Ngabuburit sambil Upgrade Skill
Kontributor : Armand Ilham