Suara.com - Di era digital, menjaga lingkungan sering dikaitkan dengan teknologi canggih dan inovasi modern. Namun, bagaimana jika solusi terbaik justru berasal dari kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun?
Inilah yang dibahas dalam talkshow "Melestarikan Lingkungan melalui Peran Kearifan Lokal" yang diselenggarakan oleh Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia bersama National Geographic Indonesia.
Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati dan budaya tertinggi di dunia, memiliki kekayaan pengetahuan tradisional yang telah diwariskan turun-temurun.
Sistem seperti subak di Bali, sasi di Maluku, dan hutan larangan di Kalimantan adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat menjadi solusi inovatif untuk mengatasi tantangan lingkungan modern, seperti deforestasi, polusi plastik, dan perubahan iklim.
“Kearifan lokal bukan hanya warisan budaya, tetapi juga solusi nyata untuk masalah lingkungan global. Melalui acara ini, kami ingin menunjukkan bahwa masa depan keberlanjutan bisa dimulai dari akar budaya kita sendiri,” ujar Sidi Rana Menggala, PhD, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia.
Menurut Marsha Damita Siagian, influencer dan content creator yang turut hadir sebagai pembicara, kearifan lokal dapat menjadi daya tarik bagi generasi muda jika dikemas dengan menarik dan relevan.
"Generasi muda bisa terlibat dalam menjaga kearifan lokal, asalkan mereka diberikan rasa tanggung jawab dan kepedulian. Jika mereka merasa memiliki peran, mereka akan lebih mudah berkontribusi," ungkap Marsha saat ditemui di acara tersebut, di MBloc Space, Jakarta Selatan, Jumat, (21/03/2025)
Ia menekankan bahwa salah satu cara agar anak muda tertarik adalah dengan merangkul mereka dan mencari aspek yang relevan untuk diteruskan.
"Tidak semua praktik tradisional bisa diterapkan secara utuh, tetapi kita bisa memilah mana yang masih relevan dan bagaimana mengadaptasinya dengan cara yang lebih modern," tambahnya.
Baca Juga: Bridgestone Raih Predikat Tingkat Asia Dalam Pelestarian Lingkungan
Salah satu tantangan dalam melestarikan kearifan lokal adalah bagaimana menyeimbangkan tradisi dengan perkembangan teknologi. Marsha menyoroti contoh dari Wae Rebo, sebuah desa adat di Flores, yang menolak penggunaan Starlink untuk tetap mempertahankan budaya mereka.
"Saya bersyukur mereka tidak berubah menjadi bintang TikTok, tetapi justru semakin menyelami adat yang diwariskan leluhur mereka. Ini bentuk inovasi dalam konteks Indonesia," katanya.
Meski begitu, bukan berarti teknologi harus ditolak sepenuhnya. Justru, menurut Marsha, inovasi dapat menjadi alat untuk memperkenalkan kearifan lokal kepada dunia.
"Kita bisa menggunakan media sosial dan platform digital untuk menceritakan kisah-kisah inspiratif dari komunitas lokal. Dengan begitu, lebih banyak orang yang sadar dan mendukung pelestarian budaya dan lingkungan," jelasnya.
Acara ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk menjaga lingkungan melalui kearifan lokal. Sidi Rana Menggala, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, menegaskan bahwa kearifan lokal bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga solusi nyata untuk permasalahan lingkungan global. "Masa depan keberlanjutan bisa dimulai dari akar budaya kita sendiri," ujarnya.
Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia, menambahkan bahwa cerita-cerita inspiratif dari komunitas lokal dapat menggerakkan perubahan besar.
"Kami percaya bahwa dengan menyebarkan kisah sukses masyarakat adat dalam menjaga lingkungan, lebih banyak orang akan terinspirasi untuk bertindak," katanya.
Kearifan lokal bukan sesuatu yang kuno atau ketinggalan zaman. Justru, ini adalah aset berharga yang bisa menjadi solusi bagi tantangan lingkungan modern. Generasi muda memiliki peran besar dalam menjaga dan mengembangkan warisan ini agar tetap relevan.
"Tidak ada implementasi yang berhasil jika generasi muda tidak dilibatkan. Mereka harus diberikan tanggung jawab dan kepedulian."