12 Tradisi Lebaran di Indonesia, Eksplorasi Kekayaan Budaya Nusantara

Syaiful Rachman Suara.Com
Sabtu, 22 Maret 2025 | 05:30 WIB
12 Tradisi Lebaran di Indonesia, Eksplorasi Kekayaan Budaya Nusantara
Meriam Karbit Pontianak. (Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebaran di Indonesia bukan sekadar momen sakral untuk bersilaturahmi dan saling bermaafan, melainkan sebuah panggung budaya yang memukau.

Di setiap sudut Nusantara, perayaan hari kemenangan ini diwarnai dengan tradisi unik yang mencerminkan kekayaan warisan leluhur.

Dari sabang hingga merauke, setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam merayakan Idul Fitri, menciptakan mozaik budaya yang memesona.

Sungkeman atau bermaaf-maafan merupakan salah satu tradisi Lebaran di Indonesia. (Shutterstock)
Sungkeman atau bermaaf-maafan merupakan salah satu tradisi Lebaran di Indonesia. (Shutterstock)

Tradisi-tradisi ini bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga cerminan dari identitas dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran di Indonesia.

Tradisi Lebaran di Indonesia yang sangat beragam, selain mencerminkan kekayaan budaya juga menggambarkan nilai kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

Dari Meugang di Aceh hingga Makan Bajamba di Minangkabau, setiap tradisi memiliki makna mendalam yang mempererat hubungan sosial dan menambah keistimewaan perayaan Idul Fitri di Nusantara.

Dilansir dari ANTARA, berikut adalah 12 tradisi unik Lebaran di berbagai daerah di Indonesia:

1. Meugang – Aceh

Di Aceh, tradisi Meugang dilakukan menjelang Idul Fitri dengan membeli dan memasak daging sebagai hidangan utama. Tradisi ini menjadi bentuk hadiah bagi diri sendiri dan keluarga setelah berpuasa selama sebulan penuh.

Baca Juga: Update Daftar Harga Tiket Bus PO Eka Mira untuk Mudik Lebaran 2025

Selain itu, masyarakat juga berbagi makanan dengan tetangga dan kerabat untuk mempererat tali silaturahmi. Meugang juga menjadi ajang berbagi dengan kaum dhuafa agar semua lapisan masyarakat dapat merasakan kebahagiaan menjelang hari raya.

2. Grebeg Syawal – Yogyakarta

Grebeg Syawal merupakan tradisi dari Keraton Yogyakarta yang dilakukan setiap 1 Syawal atau tepat pada Hari Raya Idulfitri. Tradisi ini telah ada sejak abad ke-16 sebagai wujud rasa syukur setelah melewati bulan Ramadan.

Acara ini ditandai dengan arak-arakan tujuh gunungan hasil bumi dan makanan yang akan diperebutkan oleh masyarakat setelah didoakan. Gunungan ini mencerminkan simbol kemakmuran dan berbagi rezeki kepada masyarakat.

3. Perang Topat – Lombok, Nusa Tenggara Barat

Di Lombok, NTB, ada tradisi Perang Topat atau “perang ketupat” yang melambangkan kerukunan antara umat Hindu dan Islam.

Tradisi ini diawali dengan doa dan ziarah di makam-makam leluhur sebelum masyarakat mulai saling melempar ketupat dalam suasana penuh kegembiraan.

Ketupat yang digunakan dalam perang ini dipercaya membawa berkah dan kesuburan.

4. Pawai Pengon – Jember

Pada hari ke-7 Syawal, masyarakat Jember mengadakan Pawai Pengon, di mana gerobak yang dihiasi janur kuning ditarik oleh dua ekor sapi mengelilingi desa.

Setiap gerobak membawa ketupat dan hasil bumi sebagai simbol keberkahan.

Pawai ini menjadi ajang kebersamaan serta rasa syukur masyarakat setelah menjalani ibadah Ramadan.

5. Ngejot – Bali

Di Bali, umat Muslim dan Hindu saling berbagi makanan dalam tradisi Ngejot.

Makanan khas Lebaran seperti ketupat dan opor, serta hidangan khas Bali dibagikan kepada tetangga sebagai simbol kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama.

6. Ronjok Sayak – Bengkulu

Ronjok Sayak adalah tradisi membakar batok kelapa yang ditumpuk hingga setinggi satu meter. Tradisi ini telah ada sejak ratusan tahun lalu dan diyakini sebagai cara untuk berkomunikasi dengan leluhur.

Pelaksanaan tradisi ini dilakukan setelah salat Isya pada 1 Syawal, dengan suasana khidmat dan penuh doa.

7. Binarundak – Sulawesi Utara

Masyarakat Motoboi Besar, Sulawesi Utara, memiliki tradisi Binarundak, yaitu memasak nasi jaha secara bersama-sama selama tiga hari setelah Lebaran.

Nasi jaha yang terbuat dari beras dan santan dimasak dalam batang bambu, sehingga menghasilkan cita rasa yang khas.

Tradisi ini menjadi sarana silaturahmi dan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

8. Festival Meriam Karbit – Kalimantan Barat

Festival Meriam Karbit di Kalimantan Barat menjadi perayaan khas yang ditandai dengan suara meriam berbahan karbit.

Festival ini berlangsung selama tiga hari dan menjadi simbol keberanian serta kebersamaan masyarakat.

Tradisi ini juga memiliki nilai historis karena berkaitan dengan sejarah berdirinya Kota Pontianak.

9. Ngadongkapkeun – Banten

Di Banten, tradisi Ngadongkapkeun merupakan sungkeman kepada orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.

Dalam tradisi ini, masyarakat saling mendoakan dan memohon restu agar diberikan keberkahan dalam kehidupan.

10. Perang Ketupat – Kudus, Jawa Tengah

Di Kudus, terdapat tradisi Perang Ketupat yang diadakan sebagai bagian dari perayaan Lebaran Ketupat, seminggu setelah Idul Fitri.

Masyarakat saling melempar ketupat sebagai simbol saling memaafkan dan membersihkan diri dari kesalahan.

Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata yang menarik banyak pengunjung.

11. Baraan – Sumatera Selatan

Di Palembang dan beberapa daerah di Sumatera Selatan, ada tradisi Baraan, yaitu kegiatan berkeliling kampung untuk bersilaturahmi secara berkelompok.

Biasanya, kelompok ini terdiri dari pemuda-pemudi yang mendatangi rumah warga untuk saling bermaafan dan menikmati hidangan Lebaran.

Tradisi ini mempererat hubungan antar warga dan menambah semarak suasana Lebaran.

12. Makan Bajamba – Minangkabau, Sumatera Barat

Di Minangkabau, tradisi Makan Bajamba atau makan bersama sangat kental. Makanan dihidangkan dalam wadah besar dan dinikmati bersama oleh seluruh anggota keluarga atau masyarakat.

Tradisi ini melambangkan kebersamaan, kesetaraan, dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI