"Pertanyaannya, mengapa dalam beberapa kasus, seperti nasi goreng, misalnya, ia lebih umum disingkat menjadi nasgor alih-alih nasreng, padahal bakso goreng bisa menjadi basreng (walau basgor ada juga, sih)," cuit Fauzan melalui akun pribadinya.
Namun, ada satu hal yang membuat masyarakat lebih cenderung memilih nasgor untuk menyingkat kata nasi goreng.
Hal tersebut tak lain adalah preferensi fonologis, atau bagaimana masyarakat memilih singkatan yang lebih enak dilafalkan.
Fauzan memaparkan bahwa setiap bahasa, seperti bahasa Indonesia memiliki kaidah fonologis tertentu.
Lebih lanjut dalam penjelasannya, Fauzan memberikan gambaran bahwa bahasa Indonesia memiliki aturan khusus dalam membunyikan kata-kata.
"Tiap bahasa memiliki aturan fonotaktik masing-masing. Fonotaktik adalah aturan tentang kombinasi bunyi yang diperbolehkan dalam suatu bahasa. Aturan ini menentukan kombinasi fonem mana yang diperbolehkan dalam suatu suku kata atau kata," lanjut papar Fauzan.
Fauzan memperoleh temuan dari aturan fonologis tersebut, bahwa masyarakat Indonesia asing untuk melafalkan bunyi 'sr' di tengah kata seperti pada kata nasreng.
"Saya pikir, itu makanya kalau kita bandingkan dengan contoh sebelumnya (nasgor vs. nasreng), mungkin nasreng terasa agak janggal karena /sr/ di tengah kata bukan pola yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia," timpal Fauzan.
Berdasarkan aturan fonologis tersebut, tak mengherankan jika nasgor menjadi singkatan yang lebih umum dipakai di masyarakat.
Baca Juga: Tak Ada Salahnya Perkenalkan KBBI pada Anak seperti Belajar Bahasa Asing
Pelafalan nasreng juga tak mengindahkan pola fonologis yang umum dalam bahasa Indonesia, sehingga terdengar asing.