Dalam tradisi Jawa, ketupat sering diartikan sebagai akronim dari "ngaku lepat" yang berarti mengakui kesalahan, dan "laku papat" atau empat tindakan. Empat tindakan ini merujuk pada:
- Lebaran: Menandakan usainya waktu menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadan.
- Luberan: Mengajak untuk saling berbagi limpahan rezeki dengan berzakat dan bersedekah kepada kaum miskin dan mereka yang berhak menerimanya.
- Leburan: Mengakui kesalahan, memohon maaf, dan memberi maaf, sehingga dosa-dosa dan kesalahan pun menjadi lebur.
- Laburan: Mengajak manusia untuk selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Tradisi ketupat juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Setelah perayaan Idul Fitri, masyarakat saling bertukar ketupat sebagai bentuk silaturahmi dan saling memaafkan, memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan.
Di beberapa daerah, tradisi "kupatan" dilaksanakan tujuh hari setelah Idul Fitri, yang menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama.
Dengan demikian, ketupat bukan hanya sekadar hidangan lezat yang menghiasi meja saat Idul Fitri, tetapi juga simbol yang mengingatkan kita akan pentingnya introspeksi, saling memaafkan, dan menjaga kesucian hati dalam menjalani kehidupan.
Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Lembang Cocok untuk Libur Lebaran, Lengkap dengan Harga Tiket Masuk