Masyarakat pesisir yang terbiasa menggunakan janur dalam makanan mereka turut mendorong Sunan Kalijaga untuk menjadikan ketupat sebagai bagian dari dakwah Islam.
Dengan pendekatan ini, ajaran Islam dapat diterima lebih mudah oleh masyarakat Jawa tanpa menghilangkan unsur budaya lokal yang telah ada sebelumnya.
Sejarawan Agus Sunyoto (2016) menyebutkan bahwa tradisi Lebaran Ketupat merupakan budaya asli Indonesia yang berakar dari ajaran Islam.
Tradisi ini berasal dari salah satu hadis yang berbunyi, "Man shoma ramadhana tsumma atba‘ahu syi’ta minsyawwalin fakaana shama kasiyaamidahron," yang berarti:
"Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu melanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti berpuasa selama setahun penuh."
Dalam ajaran Islam, seseorang yang menjalankan puasa Ramadan dan menyempurnakannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal disebut kaffah atau kafatan, yang berarti sempurna.
Masyarakat Indonesia kemudian mengadaptasi istilah ini menjadi "kupat" atau "ketupat," sebagai simbol penyempurnaan ibadah puasa.
Oleh karena itu, setelah umat Islam di Indonesia menyelesaikan puasa Syawal, mereka merayakan Hari Raya Ketupat.
Tradisi ini mencerminkan makna kesempurnaan dalam menjalankan ibadah puasa, sekaligus menjadi bagian dari budaya lokal yang terus dilestarikan.
Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Lembang Cocok untuk Libur Lebaran, Lengkap dengan Harga Tiket Masuk

Makna Ketupat dalam Tradisi Jawa