Kecintaan Susana terhadap dunia baking berawal sejak kecil. Ia sudah mulai belajar membuat kue sejak usia 7 tahun, dengan bimbingan dari tantenya.
“Saya memang suka mengaduk adonan dan membuat kue sejak kecil,” ungkap Susana dalam sebuah wawancara saat peresmian salah satu tokonya di Jakarta pada tahun 2013.
Ketertarikannya terhadap kue membawanya untuk belajar lebih serius hingga ke luar negeri. Sepulang dari Amerika, ia mulai merancang konsep bisnis cake shop yang berbeda dari biasanya. Dari sanalah Clairmont Patisserie lahir dengan konsep toko kue modern, premium, dan elegan.
Nama Clairmont sendiri berasal dari bahasa Prancis yang berarti "gunung yang tampak jelas" (clear mount dalam bahasa Inggris).
Perjalanan Clairmont Patisserie Hingga Mengalami Kerugian
Sejak didirikan, Clairmont berkembang pesat. Dalam sebulan, produksi cake bisa mencapai 10.000 buah, dan saat momen spesial seperti Lebaran atau Natal, jumlah produksi bisa meningkat dua kali lipat.
Untuk membuka satu gerai, dibutuhkan investasi sekitar Rp2 miliar, dan bisnisnya pun berkembang dengan baik. Namun, semua itu berubah setelah kontroversi yang melibatkan Codeblu.
Pada 15 November 2024, Codeblu mengunggah ulasan negatif tentang paket kue nastar Clairmont di akun media sosialnya. Video tersebut viral dan diduga menyebabkan dampak besar pada bisnis Clairmont.
Menurut kuasa hukum Clairmont, Dedi Sutanto, berdasarkan hasil audit internal, Clairmont mengalami kerugian materiil hingga Rp5 miliar akibat ulasan negatif tersebut. Omzet menurun, dan yang lebih parah, beberapa brand besar memutus kontrak kerja sama dengan Clairmont.
Baca Juga: Mobil Dinas Pejabat Pelat RI 24 Jadi Sorotan Gegara Masuk Jalur Busway, Nama Pemilik Diburu Warganet
"Semua kerugian kami materiil, di samping itu ada juga kerugian imateriil yang lebih besar, karena beberapa brand besar memilih untuk tidak melanjutkan kerja sama," ungkap Erdia Christina, anggota tim kuasa hukum Clairmont.