Sejarah Sabung Ayam, Diduga Pemicu 3 Polisi Way Kanan Tewas Ditembak di Kepala

Selasa, 18 Maret 2025 | 11:34 WIB
Sejarah Sabung Ayam, Diduga Pemicu 3 Polisi Way Kanan Tewas Ditembak di Kepala
Sabung ayam. [Wikimedia Commons/Rison Thumboor]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penggerebekan arena judi sabung ayam di Lampung berbuntut tragedi. Tiga orang polisi menjadi korban tewas lantaran kepalanya diberondong peluru saat penggerebekan.

Peristiwa bermula ketika Polsek Nagara Batin menerima laporan dari masyarakat tentang adanya judi sabung ayam di Kampung Karang Manik Kecamatan Nagara Batin, Way Kanan, Lampung.

Tiga personil Polres Way Kanan yang tewas ditembak saat menggerebek lokasi judi sabung ayam. [Dok. Istimewa]
Tiga personil Polres Way Kanan yang tewas ditembak saat menggerebek lokasi judi sabung ayam. [Dok. Istimewa]

Sebanyak 17 personel gabungan Polsek Nagara Batin dan Polres Way Kanan diterjunkan untuk menggerebek lokasi yang dimaksud. Dalam penggerebekan itulah terjadi perlawanan dan baku tembak hingga menyebabkan tiga anggota polisi meninggal.

Salah satu yang menjadi korban tewas dalam peristiwa itu adalah Kapolsek Nagara Batin. Diduga dua oknum anggota TNI yang menjadi pelaku penembakan tersebut.

Sejarah Sabung Ayam yang Lekat dengan Praktik Judi

Sabung ayam di Seminyak, Bali. [Flickr/Adam Cohn]
Sabung ayam di Seminyak, Bali. [Flickr/Adam Cohn]

Melansir laman Indonesia.go.id, sabung ayam merupakan suatu bentuk permainan dengan mengadu dua ekor ayam jantan bertaji. Bahkan tak jarang ayam tersebut sengaja dipasangi taji buatan, seperti dari bahan bambu atau kayu yang diruncingkan, atau logam besi.

Pertandingan baru dianggap selesai apabila salah satu ayam jantan itu kalah. Menurut Thomas Stamford Raffles di "The History of Java" yang terbit pertama kali pada tahun 1817, sabung ayam merupakan perlombaan yang sangat umum dilakukan di kalangan masyarakat Jawa.

Ditelusuri lebih jauh ke belakang, Anthony Reid lewat karyanya yang bertajuk "Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680 Volume One: The Lands Below the Winds", sabung ayam dan pertarungan spektakuler lain seperti adu gajah atau harimau adalah hal yang lazim diselenggarakan di pesta-pesta kerajaan Asia Tenggara. Menurutnya, di masa lalu ayam adalah salah satu hewan yang sering diadu karena dianggap sebagai simbol kemeriahan atau kebesaran wajah kekuasaan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara.

Reid juga menuturkan, setidaknya di Jawa pra-Islam dan hingga kini masih hidup di Bali, praktik sabung ayam tidak semata bermakna ritus sosial. Sabung ayam juga memiliki makna keagamaan dan menjadi bagian penting dalam pesta keramaian candi, penyucian, dan ziarah. Darah ayam sabungan dipandang sebagai korban untuk menyenangkan para dewa, termasuk untuk kesuburan, upacara penyucian, hingga merayakan keberhasilan perang.

Baca Juga: Duduk Perkara 3 Polisi Way Kanan Tewas Ditembak di Kepala saat Gerebek Sabung Ayam di Lampung

Meski disebutkan banyak berkembang di tengah masyarakat Jawa, nyatanya sabung ayam juga dijumpai di banyak daerah luar Jawa. Salah satunya Bali, yang kemudian menghasilkan salah satu esai terkenal Clifford James Geertz.

Geertz yang merupakan antropolog melakukan penelitian lapangan di sebuah desa terpencil di Bali sekitar bulan April 1958. Sabung ayam yang disaksikannya bersama sang istri menjadi jalan masuk untuknya berbaur dengan masyarakat Bali.

Sabung ayam di Filipina. [Flickr/Adam Cohn]
Sabung ayam di Filipina. [Flickr/Adam Cohn]

Lewat esainya yang bertajuk "Deep Play: Notes on The Balinese Cockfight", Geertz menilai sabung ayam di Bali adalah suatu bangunan kultur yang besar dan mencakup tentang status, kepahlawanan, kejantanan, serta etika sosial. Sabung ayam bukan sekadar judi atau wahana bersenang-senang, tetapi juga simbol ekspresi dari status, otoritas, dan sebagainya.

Praktik sabung ayam juga semakin dikenal melalui folklore Cindelaras yang mengambil latar di zaman Kerajaan Jenggala abad ke-2, serta folklore Ciuang Wanara yang mengambil latar di zaman Kerajaan Galuh abad ke-8.

Kedua folklore ini sama-sama menceritakan putra raja yang terbuang, yang kemudian kembali dipertemukan dengan sang ayah yang seorang raja melalui sabung ayam.

Lalu ada pula sumber lain seperti La Galigo di Bugis, di mana Sawerigading sang tokoh utama memiliki kegemaran sabung ayam. Konon dahulu ada kepercayaan di Bugis, bahwa seseorang belum bisa disebut pemberani apabila tidak memiliki kebiasaan menyabung ayam.

Sementara dalam Kitab Pararaton, Ken Arok diriwayatkan sebagai tukang sabung ayam sebelum menjadi Raja Singasari di abad ke-13. Tragedi terbunuhnya Raja Singasari Anusapati oleh Tohjaya sang adik tiri juga terjadi saat sang raja menonton sabung ayam.

Sementara itu, Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa juga diriwayatkan pernah berperan gara-gara sabung ayam. Bukan sembarang sabung ayam, konon ayam jantan yang diadu sekaligus menjadi wahana adu kesaktian Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng, dan Raja Bone, La Tenrirawe Bongkange'.

Pada intinya, sabung ayam memiliki sejarah yang panjang di Indonesia dan lekat dengan praktik judi atau pertaruhan. Nahas, kini judi sabung ayam juga menyebabkan tiga orang polisi meninggal dunia diduga akibat ditembak kepalanya oleh oknum TNI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI