Suara.com - Puasa Ramadan sebentar lagi akan memasuki fase 10 hari terakhir atau disebut juga dengan lailatul qadar. Di momen ini umat Islam dianjurkan untuk berlomba-lomba meningkatkan ibadah dan amal kebaikan. Namun, pertanyaan yang kerap mucul di antara umat muslim terutama pasangan suami istri adalah bolehkah berhubungan di malam lailatul qadar?
Malam lailatul qadar digambarkan sebagai satu malam yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan atau setara dengan 83 tahun. Malam yang sangat istimewa bagi umat Islam ini lazimnya akan jatuh pada malam tanggal ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Oleh karena itu, di malam ini banyak umat Islam akan mengencangkan ibadahnya.
Lalu bagaimana dengan pasangan suami istri yang ingin melakukan hubungan intim di malam lailatul qadar? Untuk mengetahui jawabannya simak ulasan dalam artikel berikut, dikutip dari laman NU Online.
Bolehkah Berhubungan di Malam Lailatul Qadar?
Apabila mengutip potongan ayat dari Surat Al-Baqarah, menerangkan bahwa menggauli istri ketika malam di bulan Ramadan, termasuk pada malam lailatul qadar dibolehkan.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. al-Baqarah: 187).
Meski berhubungan intim pada 10 malam terakhir bulan puasa diperbolehkan, namun ada baiknya jika umat Islam meninggalkan hal yang sifatnya bersenang-senang. Hal itu bisa ditinggalkan sementara untuk fokus beribadah kepada Allah SWT, termasuk membaca Al-Quran atau memperbanyak I’tikaf di masjid.
Bahkan dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari menyebut jika Aisyah pernah bercerita mengenai aktivitas Nabi Muhammad SAW di 10 malam terakhir Ramadan. Berikut bunyi haditsnya:
Baca Juga: Lonjakan Harga Pangan di Ramadan 2025: Siapa yang Paling Dirugikan?
“Nabi SAW ketika masuk 10 hari terakhir bulan puasa, beliau mengencangkan sarungnya, menghabiskan malamnya dengan beribadah dan membangunkan istrinya untuk beribadah.”
Para ulama berpendapat bahwa, maksud dari kata 'mengencangkan sarung' pada hadits di atas yaitu Rasulullah SAW meninggalkan berhuhungan badan, bahkan menghindari tempat tidur dengan memisahkan diri dari istri-istrinya dan fokus menjalani ibadah dan Iktikaf di masjid.
Doa Malan Lailatul Qadar
Tak hanya meninggalkan hubungan suami istri demi bisa iktikaf di masjid, umat Islam juga bisa mengalamalkan doa lailatul qadar yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Hal ini seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan hadits riwayat lima imam hadits, kecuali Imam Abu Dawud, yang memaparkan doa saat menjumpai lailatul qadar.
Adapun doa tersebut diungkapkan oleh Rasulullah SAW saat Siti Aisyah bertanya tentang amalan yang bisa dilakukan ketika mendapati lailatul qadar. Mengutip Nu Online, berikut bacaan doa malam lailatul qadar:
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allāhumma innaka afuwwun karīmun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (‘annā jika dibaca berjamaah)
Artinya, “Ya Allah, sungguh Engkau maha pemaaf yang pemurah. Engkau juga menyukai maaf. Oleh karena itu, maafkanlah aku (maafkanlah kami).”
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allāhumma innaka afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (‘annā jika dibaca berjamaah).
Artinya, “Ya Allah, sungguh Engkau maha pemaaf. Engkau juga menyukai maaf. Oleh karena itu, maafkanlah aku (maafkanlah kami).”
Cara Mengamalkan Doa Malam Lailatul Qadar
Dijelaskan bahwa, Doa malam lailatul qadar di atas bisa dibaca sepanjang bulan Ramadan atau secara khusus diamalkan secara istiqamah pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Sebab mayoritas ulama Mazhab Syafi’i meyakini bahwa lailatul qadar jatuh pada rentang waktu tersebut.
Demikian penjelasan mengenai bolehkah berhubungan di malam lailatul qadar. Kesimpulannya, suami istri boleh berhubungan di malam lailatul qadar, namun lebih baik menghentikan dahulu demi meraih keutamaan malam yang lebih baik dari 1000 bulan itu.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari