Sejarah Times New Roman: Font 'Kuno' yang Bikin Isu Ijazah Jokowi Mencuat Kembali

Farah Nabilla Suara.Com
Sabtu, 15 Maret 2025 | 11:53 WIB
Sejarah Times New Roman: Font 'Kuno' yang Bikin Isu Ijazah Jokowi Mencuat Kembali
Ilustrasi font sejenis Times New Roman (Pixabay).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keberadaan font Times New Roman kini membuat ijazah mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) kembali menuai perdebatan.

Beberapa pihak yang mengaku sebagai ahli forensik digital kini membuat narasi bahwa ijazah Jokowi yang dikeluarkan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah palsu lantaran menggunakan font Times New Roman.

Ahli digital tersebut mengklaim font Times New Roman belum ditemukan dan belum dipakai secara luas oleh masyarakat. 

Adapun si ahli digital menjelaskan font tersebut ditemukan pada 1991 dan ijazah Jokowi diterbitkan pada tahun 1985.

Tak sedikit pihak yang sontak mematakahkan klaim tersebut, dan menegaskan bahwa font sejenis Times New Roman dan cikal bakal font tersebut sudah dipakai sejak lama.

Mari simak bersama sejarah font Times New Roman yang kaya akan kisah dan kini menimbulkan huru-hara soal ijazah Jokowi.

Ternyata sudah dipakai luas sejak sebelum Perang Dunia II

Gaya tulisan Times New Roman ternyata dipopulerkan oleh kanal pemberitaan asal Inggris yakni The Times.

Times New Roman telah dipakai untuk mencetak tulisan di surat kabar tersebut jauh sebelum Perang Dunia II meletus. 

Baca Juga: Sejarah Nuzulul Quran, Kisah Seputar Turunnya Wahyu Pertama

Font bernuansa klasik ini terinspirasi dari buku-buku dan manuskrip yang berkembang di Italia, sebagaimana yang dicatat oleh sosok penulis C.F.O Clarke.

Gaya Times New Roman akhirnya muncul di berbagai surat kabar, termasuk di berbagai buku dan karya tulis ilmiah.

Font ini juga menjadi gaya tulisan yang baku dipakai oleh berbagai instansi pendidikan di Tanah Air seperti di tugas akhir atau jurnal ilmiah.

Kendati populer dipakai di surat kabar sejak tahun 1931, font ini muncul dan dipakai di komputer pribadi melalui Windows seri 3.1 dan seterusnya yang rilis pada tahun 1991.

Berkaca dari penggunaan Times New Roman di komputer, tak heran jika sosok ahli forensik digital tersebut mengklaim bahwa ijazah Jokowi palsu.

Namun, apa yang dinarasikan oleh si ahli forensik digital tersebut tak bisa seutuhnya diterima sebagai fakta.

Sebab, font serupa seperti Times New Roman telah muncul jauh sebelum Windows 3.1 dirilis dan telah dipakai oleh berbagai instansi untuk menulis dokumen resmi seperti ijazah.

Muncul beberapa font serupa yang digunakan sebelum Times New Roman dirilis di Windows, yakni ada font Linotype yang juga memiliki gaya serupa seperti Times New Roman.

Baik Linotype dan Times New Roman mengangkat gaya tulisan serif yang bernuansa klasik sehingga tampak tak jauh berbeda.

Klarifikasi UGM Soal Tuduhan Ijazah dan Skripsi Palsu Joko Widodo 

Baru-baru ini, media sosial kembali dihebohkan dengan munculnya seorang mantan dosen dari Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar yang menyangsikan keaslian ijazah dan skripsi dari Presiden RI ke-7 Ir. Joko Widodo sebagai lulusan UGM. Alasannya, lembar pengesahan dan sampul skripsi menggunakan font time new roman yang menurutnya belum ada di era tahun 1980-an hingga 1990-an. Klaim sepihak dari Rismon ini membuat polemik dan perdebatan di kalangan warga net. Banyak yang menyangsikan informasi yang disampaikan, namun tidak sedikit yang pula percaya akan narasi yang ia sampaikan yang dibalut dengan analisis forensik digital.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyesalkan adanya informasi yang menyesatkan yang disampaikan Rismon. Apalagi mantan dosen ini merupakan alumnus dari Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. “Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat,” kata Sigit, Jumat (21/3) di Kampus UGM.

Sigit menyampaikan sebagai seorang dosen seharusnya Rismon dalam menyimpulkan suatu informasi harus didasarkan pada fakta dan metode penelitian yang baik. Menurut Sigit, seharusnya Rismon tidak hanya menampilkan ijazah dan skripsi Joko Widodo saja yang ditelaah namun harus juga melakukan perbandingan dengan ijazah dan skripsi yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan.

Soal penggunaan Font Time New Roman pada sampul skripsi dan ijazah seperti yang dituduhkan oleh Rismon dianggap meragukan keaslian dokumen, Sigit menegaskan bahwa di tahun itu sudah jamak mahasiswa menggunakan font time new roman atau huruf yang hampir mirip dengannya, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di tempat percetakan. Bahkan di sekitaran kampus UGM itu sudah ada percetakan seperti Prima dan Sanur (sudah tutup-red) yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi. “Fakta adanya mesin percetakan di sanur dan prima juga seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM,” tegasnya.

Seperti diketahui, sampul dan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo dicetak di percetakan, namun seluruh isi tulisan skripsinya setebal 91 halaman tersebut masih menggunakan mesin ketik. “Ada banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dengan  mesin percetakan,” katanya.

Soal nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster namun hanya angka saja, Sigit menuturkan soal penomoran ijazah di masa itu, Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Penomoran tersebut tidak hanya berlaku pada ijazah Joko Widodo namun berlaku pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan. “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya.

“Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama), beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi, sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Senat Fakultas Kehutanan, San Afri Awang. Dirinya menyesalkan informasi sesat yang disampaikan oleh oknum dosen tersebut. San Afri mengaku punya pengalaman sendiri soal penggunaan font time new roman di sampul skripsi.  “Saya masih ingat waktu saya buat cover (skripsi), lari ke Prima. Di zaman itu sudah  ada tempat cetak sampul yang terkenal, Prima dan Sanur. Soal diketik pakai mesin komputer, jangan heran di sekitar UGM juga sudah ada jasa pengetikan menggunakan komputer IBM PC. Saya sempat pakai buat mengolah data statistik,” kata kakak angkatan Joko Widodo ini.

Meski begitu, kata San Afri, tidak semua mahasiswa Fakultas Kehutanan memilih mencetak sampul di jasa percetakan. Ada juga mahasiswa yang memilih mencetak sampul dan lembar pengesahan menggunakan tulisan dari mesin ketik.”Kawan saya yang secara ekonomi tidak mampu, banyak yang membuat lembar sampul dan pengesahan dengan mesin ketik,” kenangnya.

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI