Suara.com - Kepergiaan mendiang Kim Sae Ron pada 16 Februari 2025 lalu, menggemparkan jagat media Internasional, termasuk terungkapnya sejumlah kontroversial yang menyeret nama aktor kenamaan Korea, Kim Soo Hyun.
Salah satu kontroversial yang memicu amarah publik, yakni dugaan kasus child grooming yang dilakukan oleh Kim Soo Hyun. keduanya diduga sempat menjalin hubungan asmara selama 6 tahun saat mendiang Kim Sae Ron masih berusia 15 tahun dan Kim Soo Hyun 27 tahun. Artinya, Kim Soo Hyun memacari anak di bawah umur.
Dugaan kasus child grooming tersebut dibeberkan pertama kali oleh saluran YouTube Garosero Research Institute melalui sejumlah bukti krusial sejak Senin (10/5/2025) hingga berita ini ditulis.
Child grooming menjadi salah satu kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang belum mendapat perhatian khusus dari banyak negara, termasuk Indonesia.
Lantas, apa sebenarnya child grooming dan kenapa tindakan kekerasan seksual terhadap anak ini perlu kita pahami lebih jauh, terutama keluarga korban?
Memahami Istilah Child Grooming
Child grooming secara umum merujuk pada tindakan manipulasi yang dilakukan oleh seorang individu dewasa (biasanya predator seksual) untuk membangun hubungan emosional dengan anak-anak dan bertujuan mengeksploitasi mereka secara seksual.
Proses grooming ini bisa berlangsung dalam rentang waktu yang lama dan sering melibatkan upaya untuk memperoleh kepercayaan anak serta keluarganya.
Predator atau pelaku acapkali melalui cara-cara manipulasi persuasif yang terlihat tidak berbahaya, seperti memberikan perhatian ekstra, hadiah, atau bahkan pengakuan kepada anak tersebut.
Sebagai contoh, predator berteman terlebih dahulu dalam waktu lama dengan keluarga untuk mendapat kepercayaan, lalu secara bertahap akan memberikan perhatian khusus bahkan berlebihan kepada anak hingga keluarga merasa tersanjung.
Baca Juga: Jangan Diam, Masyarakat Harus Berani Speak Up jika Ada Anak Lain Ikut Dicabuli Kapolres Ngada
Dari sana, pelaku akan lebih sering menghabiskan waktu pada anak untuk membangun pondasi kepercayaan yang kuat pada anak. Hal ini bertujuan agar predator bisa lebih leluasa melakukan pelecehan maupun kekerasan seksual di kemudian hari pada anak.
Grooming dapat dilakukan secara langsung atau melalui situs daring. Apabila pada situs daring, predator biasanya akan menyamar sebagai teman atau seseorang yang peduli.
Adapun tanda-tanda jika seorang anak mungkin sedang mengalami grooming meliputi:
- Menghindari percakapan atau terisolasi dari orang tua dan teman-temannya
- Menyimpan rahasia atau menutupi komunikasi dengan orang dewasa tertentu
- Menunjukkan tanda-tanda kecemasan, takut, atau merasa tertekan setelah berinteraksi dengan orang tersebut
- Menerima hadiah atau perhatian yang tampaknya tidak biasa atau berlebihan dari seseorang yang baru dikenalnya
Penting diingat bahwa tindakan child grooming sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang-orang yang dikenal baik oleh anak dan keluarga, seperti guru, tetangga, hingga kerabat dekat.
Hal-hal yang Harus Dilakukan oleh Keluarga Korban
Perbedaan usia menjadi hal paling timpang untuk menandakan adanya relasi kuasa yang begitu dominan antara pelaku dan korban. Kemudian, kondisi psikis anak yang cenderung jauh lebih rentan dan budaya menghormati orang lebih tua yang ditanamkan kerap dimanfaatkan oleh pelaku guna melancarkan power abuse mereka.
Oleh karena itu, keluarga dari sang anak menjadi kelompok orang dewasa yang harus berperan sebagai pemberi pelindungan paling utama. Apabila keluarga mencurigai atau mengetahui bahwa anak mereka menjadi korban grooming, ada beberapa langkah yang harus dilakukan.
1. Berbicara dengan Anak
Ciptakan suasana yang aman dan tidak menghakimi untuk berbicara dengan anak. Tanyakan dengan lembut tentang interaksi mereka pada orang tersebut dan dengarkan dengan penuh perhatian.
2. Jaga Kerahasiaan
Jangan buru-buru mengungkapkan informasi kepada orang lain tanpa persetujuan atau pemahaman anak. Anak mungkin merasa lebih terancam jika hal ini dibicarakan dengan orang lain tanpa izin mereka.
3. Lapor ke Pihak Berwenang
Segera laporkan kepada pihak berwenang, seperti lembaga perlindungan anak dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), untuk memastikan bahwa anak dilindungi dan predator tersebut dapat dihentikan.
4. Konsultasi dengan Profesional
Libatkan psikolog atau konselor anak yang dapat membantu anak mengatasi trauma emosional yang mungkin mereka alami akibat grooming. Terapi bisa sangat membantu dalam membantu anak memproses pengalaman tersebut.
5. Edukasi Anak tentang Keamanan Online
Ajarkan anak untuk berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang asing baik secara langsung maupun daring. Pastikan mereka tahu untuk tidak berbagi informasi pribadi atau bertemu dengan orang yang baru dikenalnya tanpa pengawasan orang tua.
6. Perkuat Pengawasan
Tetap awasi pergaulan anak, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Gunakan pengaturan privasi di media sosial untuk membatasi siapa yang dapat mengakses informasi pribadi anak.
7. Dukung Anak Secara Emosional
Berikan dukungan penuh kepada anak dan pastikan mereka merasa didukung, tidak disalahkan, dan dicintai. Proses pemulihan dari pengalaman seperti ini bisa memakan waktu dan kesabaran.
Menghadapi grooming adalah proses yang sangat sensitif dan memerlukan perhatian yang serius dari keluarga dan masyarakat. Hal terpenting adalah memberikan perlindungan segera dan memastikan anak merasa aman untuk berbicara tentang apa yang mereka alami.