Suara.com - Menjelang Idul Fitri 1446 H/2025 M, pemerintah telah menyiapkan Tunjangan Hari Raya (THR). Seperti yang diketahui, THR merupakan salah satu bentuk penghasilan tambahan bagi para pekerja, baik pegawai pemerintahan maupun karyawan swasta. Namun, tak sedikit yang masih bertanya-tanya apakah THR kena pajak?
Melansir dari situs kemnaker.go.id, THR di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Sementara itu, menurut Pasal 81 angka 28 UU Ciptaker yang merevisi Pasal 88E UU Ketenagakerjaan, THR harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.
Apa Itu THR?
Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan pendapatan di luar upah yang menjadi hak para pekerja dan diberikan setahun sekali menjelang hari raya keagamaan. THR ini wajib dibayarkan oleh perusahaan maupun pemberi kerja dan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Adapum besarannya diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan, yakni minimal satu bulan gaji bagi karyawan yang sudah bekerja minimal 12 bulan. Sementara, bagi karyawan dengan masa kerja 1-12 bulan, THR harus diberikan secara proporsional. Misalnya, jika ada karyawan baru bekerja 6 bulan, maka THR yang diterimanya setengah dari gaji per bulan.
THR tersebut wajib dibayarkan oleh perusahaan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan tiba. Tujuan utama pemberian THR ini untuk memastikan kesejahteraan para karyawan. Diharapkan dengan penyaluran THR bisa memberikan dukungan finansial bagi para pekerja sehingga mereka dapat memenuhi segala kebutuhannya menjelang hari raya.
Apakah THR Kena Pajak?
Tunjangan Hari Raya merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan pajak. Adapun pajak THR ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang berkaitakan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam peraturan itu dijelakan bahwa penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 termasuk penghasilan yang bersifat teratur ataupun tidak teratur.
Sedangkan, THR termasuk dalam kategori penghasilan yang tidak teratur. Lebih lanjut, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 penghasilan seseorang yang kena pajak yaitu sebesar Rp4.500.000 per bulan. Itu artinya, seseorang yang dikenakan pajak, termasuk pajak THR harus berpenghasilan minimal Rp54.000.000 per tahun.
Jika penghasilan bruto (besaran THR ditambah dengan penghasilan neto) dalam waktu satu tahun hasilnya di bawah Penghailan Tanpa Kena Pajak (Rp4.500.000), maka THR pekerja tidak akan kena pajak.
Baca Juga: Jelang Libur Lebaran, Ini 5 Tips Liburan Hemat agar THR Tetap Aman
Sebaliknya, apabila besaran penghasilan bruto di atas nominal PTKP, maka THR tersebut termasuk salah satu objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang wajib dipotong oleh perusahaan sebelum dibayarkan.