Suara.com - Menjelang hari raya keagamaan, salah satu hal yang paling ditunggu oleh karyawan adalah Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, bagaimana sebenarnya perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja?
Banyak pekerja yang masih belum mengetahui secara pasti hak mereka terkait THR. Padahal, jika perusahaan tidak membayar sesuai ketentuan, karyawan berhak mengajukan keluhan ke Dinas Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, memahami peraturan THR dalam UU Cipta Kerja sangat penting agar hak kamu tetap terlindungi dan kamu bisa menikmati momen hari raya tanpa kekhawatiran.
Aturan THR untuk pegawai swasta diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020. Menurut UU Cipta Kerja, perusahaan wajib memberikan THR kepada karyawan tetap maupun tidak tetap berdasarkan masa kerja. Karyawan yang bekerja minimal satu bulan berhak atas THR secara proporsional.
Sementara itu, mereka yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih berhak mendapatkan THR sebesar satu kali gaji bulanan.
Ketentuan THR dalam UU Cipta Kerja
THR adalah hak karyawan yang wajib diberikan oleh perusahaan menjelang hari raya keagamaan. Pembayaran THR dilakukan sesuai keyakinan karyawan, baik itu Idulfitri, Natal, Waisak, Nyepi, atau hari besar keagamaan lainnya.
Selain menjadi hak karyawan, THR juga merupakan pendapatan tambahan di luar gaji yang membantu pekerja dalam memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga saat hari raya.
Secara umum, THR diberikan sekali dalam setahun, kecuali ada aturan lain yang telah disepakati dalam kontrak kerja atau peraturan perusahaan.
Batas Waktu Pembayaran THR
Perusahaan wajib membayarkan THR paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan karyawan. Jika perusahaan terlambat atau tidak membayar THR, karyawan dapat melaporkan hal tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan untuk ditindaklanjuti.
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan juga dapat memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar THR sesuai ketentuan. Sanksi yang diberikan bisa berupa teguran, denda, hingga sanksi administratif lainnya.