Suara.com - Zakat bukan sekadar kewajiban agama, tetapi juga instrumen sosial yang menghubungkan kelompok mampu dengan mereka yang membutuhkan.
Sebagai salah satu rukun Islam, zakat memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan sosial.
Mengutip ulasan dari website resmi Muhammadiyah, dalam Al-Quran, zakat selalu disebut beriringan dengan salat: “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat” (QS. Al-Baqarah: 43). Hal itu menegaskan bahwa ibadah tidak hanya berorientasi kepada Tuhan, tetapi juga kepada sesama manusia.
Jika salat merupakan refleksi hubungan manusia dengan Sang Pencipta, maka zakat adalah manifestasi kepedulian terhadap sesama. Kesalehan tidak hanya diukur dari aspek spiritual, tetapi juga bagaimana seseorang berkontribusi dalam kesejahteraan sosial.
Atas dasar itu, Islam memberikan perhatian besar terhadap kewajiban ini sebagai bentuk solidaritas dan pemerataan kesejahteraan.
Sejarah mencatat bahwa Islam sangat serius dalam menegakkan zakat. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq bahkan mengerahkan pasukan untuk menindak mereka yang menolak menunaikan zakat.
Hal ini menunjukkan bahwa keberislaman seseorang tidaklah lengkap tanpa adanya tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitarnya.
Tidak hanya sekadar kewajiban hukum, zakat juga memiliki dimensi filosofis yang mendalam. Ia bukan sekadar rutinitas tahunan atau formalitas administratif, tetapi juga prinsip keadilan yang tertanam dalam ajaran Islam.
Ulama fikih pun telah banyak membahas tentang syarat, objek, dan distribusi zakat, memastikan agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
![Zakat meringankan banyak orang. [Dok. Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/11/11677-zakat.jpg)
Bayangkan seorang petani yang mengolah tanahnya dengan susah payah. Ia menanam benih, merawatnya, dan berharap panennya melimpah. Namun, tanpa hujan dari Allah SWT dan kesuburan tanah yang dianugerahkan-Nya, mustahil tanaman itu tumbuh subur.