Suara.com - Di tengah dunia yang penuh tantangan sosial, konflik, dan ketimpangan, hadirnya konsep Kurikulum Cinta membawa harapan baru bagi pendidikan.
Gagasan yang diinisiasi oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, ini bertujuan untuk menjadikan cinta kasih sebagai fondasi utama dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Kurikulum ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai empati, kepedulian, dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan konsep ini, pendidikan tidak lagi sebatas mencetak individu cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk manusia yang memiliki hati penuh kasih dan mampu menjadi agen perubahan bagi masyarakat.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sahiron Samsudin menyampaikan, dalam menelurkan ide besar Kurikulum Cinta, Menteri Agama tidak hanya berlandaskan kepada Al-Quran dan Hadis saja, melainkan mengkaji teks-teks keagamaan dari berbagai agama yang seluruhnya mengarah kepada cinta kasih sebagai jawaban atas problem-problem sosal yang berkembang di dunia.
"Beliau membaca banyak sekali problem sosial, kemiskinian, kekerasan, konflik sosial dan masih banyak lagi yang berkembang di masyarakat global, jadi beliau jeli membaca ini, dimana dari satu sisi Agama mengajarkan bagaimana kita hidup secara harmonis dan damai, tetapi dalam kenyataannya banyak seali problem sosial," terang Prof Sahiron.
Ini berarti, lanjut dia, ada yang harus diselesaikan, dan cara paling ideal adalah melalui pendidikan, baik dari tingkat dasar, anak-anak, sampai pada tingkat yang lebih tinggi, melalui kurikulum berbasis cinta ini.
Dalam pendekatan ini, pendidikan bukan hanya tentang membekali individu dengan keterampilan akademik, tetapi juga membentuk karakter manusia yang lebih peduli, toleran, dan inklusif.
Kurikulum Cinta sebagai Jawaban atas Tantangan Global
Baca Juga: Kecurangan Akademik, Masalah Moral atau Kurangnya Kesadaran Spiritual?
Dalam Ramadhan Global Camp yang diadakan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, konsep Kurikulum Cinta menjadi salah satu topik utama dalam diskusi bersama mahasiswa dari berbagai negara—Eropa, Timur Tengah, ASEAN, hingga Amerika.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin yang turut serta dalam Talk Show menuturkan, tidak ada alasan mahluk hidup di dunia untuk tidak saling mencintai, hal ini mengingat dalam setiap langkah manusia itu sendiri, tidak lepas dari sebuah ekosistem yang didalamnya tidak lepas dari orkestrasi Allah sebagai yang maha mengatur.
"Jadi semua capaian kita, kesuksesan kita, kesuksesan karier kita, semua kesuksesan yang kita capa tidak terlepas dari kontribusi orang lain, tidak lepas dari ekosistem kehidupan yang didalamnya ada pergumulan, eksistensial manusia dan lingkungan, antar manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam," ujar Prof Kamaruddin.
Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi untuk membangun kesadaran kolektif bahwa setiap individu memiliki peran dalam menjaga harmoni kehidupan. Pendidikan berbasis cinta ini diharapkan mampu membentuk manusia yang:
- Menjunjung tinggi toleransi dan perdamaian
- Menghargai keberagaman sebagai anugerah, bukan pemisah
- Memiliki kepedulian sosial yang tinggi
- Menjadikan nilai-nilai kasih sayang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
Indonesia: Model Harmoni dalam Keberagaman
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara agama, budaya, dan kebangsaan.
Rektor UIN Malang, Zainuddin, menekankan bahwa mayoritas di Indonesia harus menjadi pelindung bagi kelompok lain, bukan sebaliknya.
"Pluralitas adalah lukisan Tuhan yang indah. Indonesia bukan hanya terdiri dari berbagai agama, tetapi juga suku dan bahasa. Oleh karena itu, kita harus menjalin kerja sama yang baik dan saling menghargai," tuturnya.
Penerapan Kurikulum Cinta di Indonesia bisa menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman dapat dikelola dengan cinta dan toleransi. Jika konsep ini berhasil diimplementasikan dalam sistem pendidikan, Indonesia bisa menjadi inspirasi bagi dunia dalam membangun masyarakat yang damai dan harmonis.
Suara Mahasiswa Internasional: Indonesia di Mata Dunia
Mahasiswa internasional yang belajar di Indonesia pun merasakan langsung keindahan harmoni sosial yang ada di negeri ini.
Salih Alson Haji, mahasiswa asal Libya yang tengah menempuh S3 di UIN Malang, menyatakan bahwa keberagaman di Indonesia adalah sesuatu yang istimewa.
"Jika kita merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis, banyak ayat yang mengajarkan nilai kemanusiaan. Indonesia sangat kaya—kaya agama, kaya budaya, kaya bahasa—dan tetap mampu hidup berdampingan dengan damai," ungkapnya.
Pendapat ini memperkuat bahwa pendidikan berbasis cinta bukan hanya teori, tetapi sesuatu yang nyata dan bisa diterapkan. Dengan pendekatan yang tepat, masyarakat dari berbagai latar belakang bisa hidup berdampingan dalam keharmonisan.