Suara.com - Puasa merupakan salah satu ibadah utama dalam Islam yang memiliki dasar kuat dalam Al-Qur'an dan hadits. Banyak umat Muslim mengandalkan hadits untuk memahami tata cara dan keutamaan ibadah puasa. Namun, tidak semua hadis yang beredar benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah hadits palsu tentang puasa.
Hadits yang palsu atau dhaif (lemah) dihawatirkan dapat menyesatkan pemahaman tentang ibadah puasa. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memilah dan memastikan keabsahan hadits sebelum menjadikannya rujukan.
Contoh Hadits Palsu tentang Puasa
Beberapa hadits palsu yang sering dikaitkan dengan puasa antara lain:
1. "Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah."
Kebenaran: Tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah, seperti untuk menghindari maksiat atau menjaga stamina agar lebih kuat beribadah. Sebaliknya, tidur karena malas atau terlalu kenyang setelah sahur tidak bernilai ibadah dan bahkan bisa menjadi tercela.
2. "Orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak tertolak, yaitu saat berbuka."
Kebenaran: Meskipun ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa doa orang yang berpuasa mustajab, klaim bahwa "tidak ada doa yang tertolak sama sekali" tidak memiliki dasar yang kuat. Yang benar, doa orang berpuasa memang dianjurkan, terutama menjelang berbuka, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Tirmidzi.
3. "Seandainya umatku mengetahui keutamaan Ramadan, niscaya mereka akan berharap seluruh tahun adalah Ramadan."
Kebenaran: Hadits ini dinyatakan lemah oleh para ulama hadits seperti Al-Baihaqi. Keutamaan Ramadan memang sangat besar, tetapi pernyataan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam hadits shahih.
4. "Barang siapa yang berbuka satu hari di bulan Ramadan tanpa uzur, puasanya tidak akan bisa ditebus meskipun ia berpuasa sepanjang tahun."
Kebenaran: Hadits ini dha'if. Dalam ajaran Islam, seseorang yang dengan sengaja berbuka di bulan Ramadan tanpa uzur wajib mengganti puasanya dan bertaubat. Namun, tidak ada dalil shahih yang menyebutkan bahwa puasanya tidak akan bisa ditebus meskipun berpuasa sepanjang tahun.
5. "Puasa di hari pertama Ramadan menghapus dosa setahun, puasa hari kedua menghapus dosa dua tahun, dan seterusnya."
Kebenaran: Hadits ini tidak memiliki sanad yang kuat dan dianggap palsu. Dalam Islam, pahala puasa Ramadan memang besar, tetapi penghapusan dosa memiliki ketentuan khusus yang dijelaskan dalam hadits-hadits shahih.
6. "Berpuasa di bulan Rajab seperti berpuasa seribu tahun."
Kebenaran: Hadits ini adalah hadits palsu. Tidak ada dalil shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus, kecuali bahwa puasa sunah di bulan-bulan haram memang dianjurkan secara umum.
7. "Siapa yang berbuka di bulan Ramadan karena lupa, puasanya batal."
Kebenaran: Hadits ini bertentangan dengan hadits shahih. Dalam Islam, jika seseorang makan atau minum karena lupa saat berpuasa, maka puasanya tetap sah dan ia harus melanjutkan puasanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Penyebaran hadits palsu dapat menyesatkan umat Islam dalam memahami ajaran agama. Hal ini akan membentuk pemahaman yang keliru tentang ibadah dan fadhilah yang tidak memiliki dasar kuat.
Cara Mewaspadai Hadits Palsu
Agar tidak terjebak dalam hadits palsu tentang puasa, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Mengecek Sumber Hadits
Pastikan hadits yang dikutip berasal dari kitab hadits yang terpercaya seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
2. Melihat Penilaian Ulama Hadits
Beberapa hadits sudah dikategorikan sebagai palsu oleh ulama seperti Imam Al-Albani dan Adz-Dzahabi.
3. Berkonsultasi dengan Ahlinya
Jika ragu, bertanyalah kepada ulama atau ahli hadits yang kompeten dalam bidangnya.
4. Menggunakan Hadits yang Shahih atau Hasan
Lebih baik berpegang pada hadits yang tingkatannya shahih atau minimal hasan, sehingga keabsahannya lebih terjamin.
Demikianlah informasi terkait hadits palsu tentang puasa. Semoga bermanfaat.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas