Suara.com - Selama menjalani puasa Ramadan, anak perlu dibatasi mengonsumsi gula. Ada batasan asupan gula bagi anak selama menjalani ibadah puasa.
Ahli gizi dari Universitas Hasanuddin (UNHAS), Lucy Widasari mengatakan, jumlah asupan gula yang ideal saat berbuka berkisar antara 10 hingga 15 gram atau setara dengan 2,5 hingga 4 sendok teh.
"Sumbernya bisa dari kurma (1-2 butir), buah segar, atau sedikit madu dalam air hangat, termasuk dari makanan utama. Hindari konsumsi minuman manis berlebihan seperti sirup atau teh manis pekat," kata Lucy, Kamis (6/3/2025).
Saat sahur, Lucy menyarankan asupan gula anak sekitar 5 hingga 10 gram atau setara dengan 1 hingga 2,5 sendok teh.
Ia menyebutkan, asupan gula tersebut bisa diperoleh dari buah segar atau sedikit pemanis alami seperti madu, dengan tetap memperhatikan keseimbangan nutrisi. Konsumsi makanan manis yang berlebihan saat sahur dapat menyebabkan anak lebih cepat merasa lapar.
Berdasarkan data dari American Heart Association (AHA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas maksimal asupan gula harian yang disarankan bagi anak usia 2-6 tahun adalah 25 gram atau sekitar 6 sendok teh.
Sementara itu, untuk anak usia 7-12 tahun, jumlah maksimalnya adalah 30-40 gram atau sekitar 7-10 sendok teh per hari.
Lucy menjelaskan bahwa selama puasa, kadar gula darah anak cenderung turun setelah beberapa jam tanpa makanan.
Namun, mengonsumsi makanan atau minuman yang terlalu manis saat berbuka dapat meningkatkan kadar glukosa dengan cepat, meskipun efeknya hanya sementara.
Setelah lonjakan gula darah yang cepat, tubuh akan merespons dengan sekresi insulin yang berlebihan, yang dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah secara drastis (sugar crash).
"Kondisi ini bisa membuat anak cepat lelah, mengantuk, dan kurang fokus setelah berbuka," jelasnya.
Konsumsi asupan gula yang berlebihan juga dapat berdampak pada kesehatan fisik anak, seperti meningkatkan risiko obesitas dan kerusakan gigi.
Lucy mengingatkan bahwa anak yang tidak menjaga kebersihan gigi setelah berbuka dan sahur berisiko mengalami karies gigi akibat sisa gula yang menempel di gigi.
"Anak juga bisa lebih mudah lelah saat belajar di sekolah. Oleh karena itu, orang tua perlu mengontrol konsumsi asupan gula agar anak tetap sehat selama menjalani puasa," pungkasnya.
Gula Berlebih Bisa Picu Gangguan Mental
Dokter Spesialis Gizi Klinik RS Pusat Otak Nasional (RSPON), Rozana Nurfitria Yulia mengatakan, konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan mental, termasuk depresi.
"Gula sangat terkait dengan depresi. Banyak orang mengira bahwa ketika merasa tertekan, mengonsumsi makanan atau minuman manis bisa menjadi solusi. Padahal, itu justru memperburuk kondisi," ujarnya, dikutip dari Antara.
![Asupan gula untuk anak jangan sampai berlebih. [Dok. Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/06/97114-gula.jpg)
Ia menjelaskan bahwa konsumsi gula berlebihan dapat memicu peningkatan hormon kortisol akibat inflamasi yang terjadi dalam tubuh. Kondisi ini justru memperburuk stres dan membuat seseorang lebih rentan mengalami depresi.
"Kortisol yang meningkat akibat gula justru menyebabkan lonjakan gula darah lebih tinggi. Akibatnya, semakin banyak mengonsumsi gula, semakin tinggi risiko mengalami depresi," jelasnya.
Dalam penelitian yang melibatkan 1,3 juta orang, ditemukan bahwa asupan gula harian sebesar 100 gram dapat meningkatkan kemungkinan terkena depresi hingga 28 persen.
Rozana mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih makanan dan minuman, terutama yang mengandung gula tersembunyi.
"Banyak minuman yang terlihat sehat tetapi mengandung gula tinggi. Penting untuk memahami kandungan gula dalam produk yang dikonsumsi sehari-hari," katanya.
Rozana juga menjelaskan bahwa konsumsi gula berlebihan berdampak langsung pada otak. Gula berasal dari karbohidrat, yang jika dipecah dalam tubuh akan menghasilkan glukosa.
Sebanyak 20 persen glukosa yang dikonsumsi digunakan sebagai sumber energi utama bagi otak. Namun, jika jumlahnya terlalu tinggi, dapat mengganggu fungsi otak.
"Glukosa yang tinggi dapat memicu pelepasan dopamin, hormon yang memberikan perasaan senang. Namun, efek ini juga bisa menyebabkan kecanduan, membuat seseorang ingin terus mengonsumsi gula," jelasnya.
Selain itu, dokter Rozana menyebutkan bahwa asupan gula berlebihan dapat mengganggu fungsi memori otak dan menyebabkan seseorang menjadi lebih sering lupa.
"Orang yang mengonsumsi terlalu banyak karbohidrat, terutama dari gula, bisa mengalami gangguan pada neurotransmitter otak, yang berperan dalam fungsi memori. Akibatnya, mereka menjadi lebih sering lupa," tuturnya.
Rozana juga mengingatkan bahwa efek kecanduan gula mirip dengan zat adiktif seperti narkotika. Jika awalnya seseorang merasa cukup dengan satu sendok gula dalam teh manis, lama-kelamaan mereka membutuhkan lebih banyak gula untuk mendapatkan sensasi yang sama.
"Ini sebabnya orang yang terbiasa mengonsumsi makanan atau minuman manis sulit untuk menguranginya. Efeknya mirip seperti kecanduan," ujarnya.