Suara.com - Belakangan, jutaan anak muda pindah ke kota-kota besar di Asia Tenggara untuk mencari peluang yang lebih baik. Namun kenyataannya tidak semudah itu. Harga rumah melambung tinggi dan tidak sebanding dengan penghasilan mereka.
Hal ini sejalan dengan laporan BestBrokers.com, yang menyebut bahwa Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai negara paling tidak terjangkau untuk membeli rumah. Bahkan, hasil studi Jakpat juga menunjukkan bahwa 3 dari 5 Gen Z di Indonesia lebih memilih menyewa karena alasan kesiapan finansial (36%), biaya lebih terjangkau (22%), lokasi strategis (18%), dan adanya aturan mutasi kerja (11%). Tren ini menyoroti pentingnya opsi hunian fleksibel dan terjangkau bagi generasi muda.
Dengan kondisi di atas, sewa pun jadi satu-satunya opsi. Namun masalahnya, tantangan seperti biaya sewa yang tinggi, kondisi tempat tinggal yang kurang layak, dan minimnya rasa aman dan kenyamanan tetap menjadi kendala.
Dan di sisi lain, pemilik properti pun menghadapi tantangan mereka sendiri. Tingkat okupansi yang rendah membuat pendapatan sewa tidak stabil. Mengelola hunian sewa juga tidak mudah karena memakan waktu dan penuh kerumitan. Mereka harus menangani permintaan penghuni, pemeliharaan properti, penagihan sewa, serta operasional harian. Semua ini menuntut keahlian dan upaya ekstra.
Melihat tantangan ini, LiveIn, penyedia hunian fleksibel terkemuka di Asia Tenggara, memperkenalkan model inovatif Offline-to-Online (O2O) yang menyediakan solusi hunian modern dan terjangkau bagi anak muda, sekaligus memudahkan pemilik properti mengembangkan pendapatan rental tanpa harus repot mengurus operasional bisnis.
Country Manager LiveIn Indonesia, Lau Ngee Keong, mengatakan bahwa LiveIn lebih dari sekadar memasarkan hunian sewa, namun menerapkan pendekatan menyeluruh, mulai dari analisis pasar, renovasi, pemasaran, hingga operasional setiap harinya.
"Dengan model ini, kami menghadirkan hunian modern yang terjangkau bagi anak muda, sekaligus memudahkan pemilik properti mengembangkan pendapatan rental tanpa harus repot mengurus operasional bisnis," katanya saat ditemui Suara.com di Jakarta (25/2/2025).
Jika beberapa layanan lain memandang O2O hanya sebatas membawa konsumen dari online ke offline, misalnya mencari tempat tinggal lewat platform digital, LiveIn membawa visi berbeda.
"Pengalaman O2O tidak berhenti saat seseorang pindah ke LiveIn. Melalui aplikasi LiveIn, mereka bisa mengelola masa tinggal dengan mudah, daftar fasilitas gym, coworking space, hingga mengurus kebutuhan harian seperti laundry," kata Keong.
Baca Juga: Pentingnya Layanan Pre-Hospital dalam Penanganan Stroke: Setiap Detik Menentukan Nyawa
"Dengan menggandeng penyedia layanan seperti gym, coworking space, gerai F&B, dan laundry, kami menghadirkan kenyamanan lebih bagi para penghuni. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman holistik, di mana penghuni dapat tinggal, bekerja, bermain, dan berbelanja melalui LiveIn Ecosystem," pungkasnya.
Saat ini, LiveIn hadir di 14 kota di Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia, dengan lebih dari 200 properti dan 10.000+ kamar. Sejak memasuki Indonesia pada April 2024, ada lebih dari 1.000 kamar di Jabodetabek dan Bandung, yang telah dipercayakan kepada LiveIn.
Terbaru, perusahaan telah mengakuisisi KoolKost, brand akomodasi jangka panjang yang berbasis di Indonesia dari RedDoorz. Akuisisi ini memperluas kehadiran LiveIn di Indonesia dengan menambahkan 27 properti KoolKost di enam kota ke dalam portofolionya.
Diluncurkan pada tahun 2020 oleh RedDoorz, KoolKost menyediakan hunian terjangkau yang dikenal luas sebagai kos-kosan di Indonesia. Dirancang untuk wisatawan jangka panjang, pelajar, dan pekerja, KoolKost dilengkapi dengan fasilitas utama seperti Wi-Fi, air minum gratis, dan layanan kebersihan kamar.